KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya, penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Dalam proses pembuatan makalah
yang berjudul “TEORI – TEORI KEPRIBADIAN HUMANISTIK, ABRAHAM MASLOW DAN
KOGNITIF GEORGE A. KELLY”, dan penyusunpun telah mengalami banyak
kesulitan. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr.
H. Irfan Ahmad Zain, M.Pd selaku dosen pengampu yang telah memberikan ilmunya
dan memberi masukan dalam menyusun makalah ini.
2. Kedua
orang tua yang telah membimbing
3. Teman-teman
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini
Penyusun
sadar bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, agar kami dapat menghasilkan
makalah yang berikutnya yang lebih sempurna. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua
Bandung, November 2018
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia
adalah makhluk yang kompleks. Manusia sulit dipahami karena keunikannya. Dengan
keunikannya, manusia adalah makhluk tersendiri dan berbeda dengan makhluk apapun.
Juga dengan sesamanya. Tetapi, betapapun sulitnya atau apapun hambatannya,
manusia ternyata tidak pernah berhenti berusaha menemukan jawaban yang
dicarinya itu. Dan barang kali sudah menjadi sifat atau ciri manusia yang
selalu mencari tahu dan tidak pernah puas dengan pengetahuan-pengetahuan yang
diperolehnya, termasuk pengetahuan tentang kepribadian dirinya sendiri dan
sesamanya.
Kepribadian
adalah bagian dari jiwa yang membangun keberadaan manusia menjadi satu
kesatuan, tidak terpecah-belah dalam fungsi-fungsi. Memahami kepribadian
berarti memahami aku, diri, self, atau manusia seutuhnya.
Kepribadian
(personality) merupakan salah satu kajian psikologi, yang lahir
berdasarkan pemikiran, kajian atau temuan-temuan (hasil praktik penanganan
khusus) para ahli. Objek kajian kepribadian adalah “human behavior”,
perilaku manusia, yang pembahasannya terkait dengan apa, mengapa, dan bagaimana
perilaku tersebut.
Hasil
pemikiran dan temuan para ahli ternyata beragam, sehingga melahirkan
teori-teori yang beragam pula. Adanya keberagaman tersebut sangat dipengaruhi
oleh aspek personal (refleksi pribadi), kehidupan beragama, lingkungan sosial
budaya, dan filsafat yang dianut teori tersebut.
Pembahasan
tentang keberagaman pemikiran atau teori kepribadian, akan dibahas pada bab-bab
yang ada di dalam makalah ini
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian teori kepribadian?
2. Apa
faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman teori kepribadian?
3. Bagaimana
isi teori kepribadian humanistik?
4. Bagaimana
isi teori kepribadian Abraham Maslow?
5. Bagaimana
isi teori kepribadian kognitif George A. Kelly?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui
pengertian teori kepribadian
2.
Untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman teori kepribadian
3.
Untuk mengetahui isi
teori kepribadian humanistik
4.
Untuk mengetahui isi
teori kepribadian Abraham Maslow
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Kepribadian
Teori
dapat diartikan sebagai model tentang kenyataan yang membantu kita untuk
memahami, menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol tentang kenyataan tersebut
(C. George Boeree, 2005: 1).
Teori
juga dapat diartikan sebagai: (a) sekumpulan atau seperangkat asumsi (dugaan,
perkiraan, atau anggapan) yang relevan, dan secara sistematis saling berkaitan;
(b) hipotesis atau spekulasi tentang kenyataan (realitas) yang belum diketahui
kebenarannya secara pasti, sebelum diverifikasi melalui pengujian dalam
kenyataan, dan (c) sekumpulan asumsi
tentang keterkaitan antara peristiwa-peristiwa empiris (fenomena).[1]
Teori
berfungsi untuk: (a) mengarahkan perhatian atau arah penelitian; (b) merangkum
pengetahuan dalam bentuk generalisasi; (c) memprediksi atau meramalkan fakta
(Yusuf dan Juntika, 2007).
Sedangkan
“kepribadian” disebut dengan personality (bahasa inggris); persoonlijkheid
(bahasa Belanda); personlichkeit (bahasa Jerman); personalita
(bahasa Itali); dan personalidad (bahasa Spanyol).[2] Akar kata istilah tersebut
berasal dari bahasa Latin persona “topeng”, yaitu topeng yang digunakan
oleh aktor pertunjukan, dalam pertunjukan tersebut aktor menyembunyikan
kepribadiannya yang asli dan menampilkan diri sesuai dengan kepribadian topeng
yang digunakan.[3]
Pengertian
kepribadian menurut para ahli:
a.
Woodworth mengemukakan
bahwa kepribadian merupakan “kualitas tingkah laku total individu”.
b.
Dashiel mengartikannya
sebagai “gambaran total tentang tingkah laku individu yang terorganisir”.
c.
Allport mengemukakan
pendapatnya tentang kepribadian ini, yaitu “kepribadian merupakan organisasi
yang dinamis dalam diri inividu tentang sistem psikofisik yang menentukan
penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungannya”.
Berdasarkan
beberapa pengertian teori dan kepribadian di atas, maka istilah “teori
kepribadian” dapat diartikan sebagai “seperangkat asumsi tentang kualitas
tingkah laku manusia beserta definisi empirisnya”.[4]
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keragaman Teori Kepribadian
Perkembangan
teori kepribadian tidak terlepas dari pribadi pembangun teori itu sendiri,
pengalaman hidupnya, dan suasana kehidupan di mana dia berada. Menurut Stefflre
dan Matheny ada beberapa faktor yang mempengaruhi keragaman teori kepribadian,
yaitu
a.
Personal, teori
merupakan refleksi dari kepribadian pembangunnya (Personality of its builder).
b.
Sosiologis, corak
kehidupan sosial budaya tempat pembangun teori itu hidup.
c.
Filsafat, cara pandang
yang dianut oleh pembangun teori tentang suatu fenomena kehidupan.
d.
Agama, keyakinan yang
dianut oleh pembangunan teori.[5]
C. Teori Kepribadian Humanistik
Teori
Humanistik berkembang sekitar Tahun 1950-an sebagai teori yang menantang teori-teori
psikoanalisis dan behavioristik. Serangan humanistik terhadap dua teori ini,
adalah bahwa kedua-duanya bersifat “dehumanizing” (melecehkan nilai manusia ).
Teori Freud dikritik, karena memandang tinghkah laku manusia didominasi atau
ditentukan oleh dorongan bersifar primitif, dan animalistik (hewani). Sementara
behavioristik dikritik, karena teori ini terlalu asyik dengan penelitiannya
terhadap bintang, dan menganalisis kepribadian secara pragmentaris. keduai
teori ini dikritik, karena memandang manusia sebagai bidak atau pion yang tak
berdaya diikontrol oleh lingkungan dan masa lalu, dan sedikit sekali kemampuan
untuk mengarahkan diri.[6]
Humanisme menegaskan adanya keseluruhan kapasitas martabat dan nilai
kemanusiaan untuk menyatakan diri (self- realization)[7].
Para ahli teori humanistik (Humanisme) memiliki pandangan yang optimistik
terhadap hakikat manusia. Mereka meyakini bahwa:
a.
Manusia memiliki
dorongan bawaan untuk mengembangkan diri;
b.
Manusia memiliki
kebebasan untuk merancang atau mengembangkan tingkah lakunya, dalam hal ini
manusia bukan pion yang di atur sepenuhnya oleh lingkungan, dan;
c.
Manusia adalah makhluk
rasional dan sadar, tidak dikuasai oleh ketidaksadaran, kebutuhan irrasional,
dan konflik.
Para
ahli teori ini juga berpendapat bahwa pandangan manusia tentang dunia bersifat
subjektif lebih penting dari realitas objektif. Jika anda berpikir bahwa anda
bersifat sederhana (homely), cerdas (bright), atau pandai bergaul (sociable),
maka keyakinan-keyakinan ini akan lebih mempengaruhi tingkah laku anda dari
pada realitas aktual tentang ketiga sifat tersebut.
Di
antara para ahli teori humanistik yang dipandang paling berpengaruh, salah
satunya yaitu Abraham Maslow.
D. Abraham Maslow
Maslow
dilahirkan di Brooklyn, New York pada tanggal 1 April 1908. Dia anak sulung
dari tujuh bersaudara. Pada waktu Maslow berusia 14 tahun, orangtuanya
bermigrasi dari Rusia menuju Amerika Serikat. Ia merasa tidak bahagia dan
terisolasi, karena orangtuanya tidak memberikan kasih sayang, ayahnya bersikpa
dingin dan tidak akrab, dan sering tidak ada di rumah dalam waktu yang cukup
lama. Ibunya seorang yang sangat percaya tahayul, yang sering menghukum Maslow
hanya karena hal kecil. Perlakuan ibunya memberikan dampak yang serius bagi
dirinya, tidak hanya kepada kehidupan emosionalnya tetapi juga pada
pekerjaannya dalam Psikologi. Maslow kuliah di Universitas Wisconsin dan
bertemu dengan sepupunya Bertha dalam bidang psikologi, dan mereka menikah.
Maslow mendapat gelar Ph.D dari Universitas Wisconsin 1934. Kemudian menjadi Postdoctoral
Fellowship yang berada di bawah tanggung jawab E.L Thorndike, di Universitas
Columbia. Kemudian ia mengajar Broolkyn College sampai dengan tahun 1951. Pada
saat bekerja dengan Thorndike, ia mengikuti tes kecerdasan dan bakat skolistik
dan hasiknya Maslow mempunyai IQ yang sangat tinggi yaitu 195, masuk kelompok
genius. Moslow menderita serangan jantung yang mengakibatkan kematiannya pada
tanggal 8 Juni 1970.
Teori
Abraham Maslow dapat dinamakan dengan teori Dinamika Holistik. Teori ini
mengasumsikan keseluruhan kepribadian manusia yang termotivasikan secara
konstan oleh suatu kebutuhan atau kebutuhan lainnya.[8]
1. Hirarki Kebutuhan Maslow
Maslow
berpendapat bahwa kepribadian manusia dihasilkan dari motivasi manusia yang
diorganisasikan ke dalam sebuah hirarki kebutuhan yaitu suatu susunan yang
sistematis, suatu kebutuhan dasar yang harus dipenuuhi sebelum kebutuhan dasar
lainnya muncul. Kebutuhan itu mempunyai beberapa karakteristik sebaga berikut:
a.
Kebutuhan yang lebih
rendah dalam hirarki merupakan kebutuhan yang kuat, potensial, dan prioritas;
sementara yang lebih tinggi merupakan kebutuhan yang paling lemah.
b.
Kebutuhan yang paling
tinggi muncul terakhir dalam rentang kehidupan manusia. Kebutuhan fisiologis
(biologis) dan rasa aman muncul pada usia anak, kebutuhan akan pengakuan dan
penghargaan muncul pada usia remaja, sementara kebutuhan aktualisasi diri
muncul pada usia dewasa. Kegagalan dalam dalam memuaskan kebutuhan ini akan
mengakibatkan defisiensi (ketiaknyamanan) dalam diri individu. Maslow menyebutnya
kebutuhan deficit atau defisiensi.
c.
Kebutuhan yang lebih
tinggi kurang diperlukan dalam rangka mempertahankan hidup, sehingga
pemuasannya dapat diabaikan. Kegagalan dalam pemuasannya tidak akan menimbulkan
krisis.
d.
Walaupun kebutuhan yang
lebih tinggi itu kurang begitu perlu dalam rangka survival, namun
kebutuhan itu memberikan kontribusi terhadap survival itu sendiri dan juga
perkembangan. Kepuasan yang diperoleh dari kebutuhan yang paling tinggi itu
dapat meningkatkan kesehatan, panjang usia, dan efisiensi biologis. Karena itu
Maslow menamakannya dengan growth or being needs.
e.
Pemuasan kebutuhan yang
lebih tinggi amat bermanfaat, baik bagi fisik maupun psikis. Kondisi ini dapat
melahirkan rasa senang, bahagia dan perasaan bermakna.
f.
Pemuasan kebutuhan yang lebih tinggi memerlukan situasi eksternal
yang lebih baik (sosial, ekonomi, dan politik) daripada kebutuhan yang lebih
rendah. Contoh: untuk mengejar aktualisasi diri diperlukan suasana kehidupan
yang memberi kebebasan untuk berekspresi dan berpeluang.[9]
Hirarki
kebutuhan Maslow digambarkan dalam bentuk piramida berikut:
1)
Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan
ini merupakan kebutuhan manusia yang paling dasar, kebutuhan untuk
mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman,
seks, istirahat (tidru), dan oksigen. Maslow mengemukakan bahwa manusia adalah
binatang yang berhasrat dan jarang mencapai taraf kepuasan yang sempurna,
kecuali untuk suatu saat yang terbatas. Apabila suatu hasrat itu telah
terpuaskan, maka hasrat lain akan muncul sebagai penggantinya.
2)
Kebutuhan Rasa Aman
Kebutuhan
ini sangat penting bagi setiap orang, baik anak, remaja, maupun dewasa. Pada
anak kebutuhan akan rasa aman ini nampak jelas, sebab mereka suka bereaksi
secara langsung terhadap sesuatu yang mengancam dirinya. Agar kebutuhan anak
akan rasa aman ini terpenuhi, maka perlu diciptakan iklim kehidupan yang
memberi kebebasan untuk berekspresi. Namun pemberian kebebasan untuk
berekspresi atau berperilaku itu perlu bimbingan dari orang tua, karena anak
belum memiliki kemampuan untuk mengarahkan perilakunya secara tepat dan benar.
Pada orang dewasa, kebutuhan ini memotivasinya untuk mencari kerja, menjadi
peserta asuransi, atau menabung uang. Orang dewasa yang sehat mentalnya,
ditandai dengan perasaan aman, bebas dari rasa takut dan cemas. Sementara yang
tidak sehat ditandai dengan perasaan seolah-olah selalu dalam keadaan terancam
bencana besar.
3)
Kebutuhan Pengakuan dan Kasih Sayang
Kebutuhan
ini dapat diekspresikan dalam berbagai cara, seperti: persahabatan, percintaan,
atau pergaulan yang lebih luas. Melalui kebutuhan ini seseorang mencari
pengakuan, dan curahan kasih sayang dari orang lain, baik dari orang tua,
saudara, guru, pimpinan, teman, atau orang dewasa lainnya.
Kebutuhan
untuk diakui lebih sulit untuk dipuaskan pada suasana masyarakat yang
mobilisasinya sangat cepat, terutama di kota besar, yang gaya hidupnya sudah
bersifat inividualistik. Hidup bertetangga, aktif di organisasi, atau
persahabatan dapat memberikan kepuasan akan kebutuhan ini.
Kebutuhan
akan kasih sayang, atau mencintai dan dicintai dapat dipuaskan melalui hubungan
yang akrab dengan orang lain. Meslow membedakan antara cinta dengan seks,
meskipun diakuinya bahwa seks merupakan salah satu cara pernyataan kebutuhan
cinta. Dia sependapat dengan rumusan cinta dari Rogers yaitu: keadaan
dimengerti secara mendalam dan diterima dengan sepenuh hati. Maslow berpendapat
bahwa kegagalan dalam mencapai kepuasaan kebutuhan cinta atau kasih sayang
merupakan penyebab utama dari gangguan emosional atau maladjustment.[10]
4)
Kebutuhan Penghargaan
Manakala
kebutuhan dimiliki dan dicintai telah relatif terpuaskan, kekuatan motivasinya
melemah, diganti motivasi harga diri. Ada dua jenis harga diri:
· Menghargai
diri sendiri (Self Respect): kebutuhan kekuatan, penguasaan, kompetensi,
prestasi, kepercayaan diri, kemandirian, dan kebebasan. Orang membutuhkan
pengetahuan tentang dirinya sendiri, bahwa dirinya berharga, mampu menguasai
tugas dan tantangan hidup.
· Mendapat
penghargaan dari orang lain (Respect from Others): kebutuhan prestise,
penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, menjadi orang
penting, kehormatan, diterima dan apresiasi. Orang membutuhkan pengetahuan
bahwa dirinya dikenal baik dan dinilai baik oleh orang lain.[11]
Memperoleh
kepuasan dari kebutuhan ini memungkinkan individu memiliki rasa percaya diri
akan kemampuan dan penampilannya; menjadi lebih kompeten; dan produktif dalam
semua aspek kehidupan. Sebaliknya apabila seseorang mengalami kegagalan dalam
memperoleh kepuasan atau mengalami lack of self–esteem maka dia akan mengalami
rendah diri, tidak berdaya, tidak bersemangat, dan kurang percaya diri akan
kemampuannya untuk mengatasi masalah kehidupan yang dihadapinya.
5)
Kebutuhan Kognitif
Secara
alamiah manusia memiliki hasrat ingin tahu (memperoleh pengetahuan, atau
pemahaman tentang sesuatu). Hasrat ini mulai berkembang sejak akhir usia bayi
dan awal masa anak, yang diapresiasikan sebagai rasa ingin tahunya dalam bentuk
pengajuan pertanyaan tentang berbagai hal, baik diri maupun lingkungannya. Rasa
ingin tahu ini biasanya tehambat perkembangannya oleh lingkungan, baik keluarga
maupun sekolah. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan ini akan menghambat
pencapaian perkembangan kepribadian secara penuh. Menurut Maslow, rasa ingin
tahu ini merupakan ciri mental yang sehat. Kebutuhan kognitif ini diekspresikan
sebagai kebutuhan untuk memahami, menganalisis, mengevaluasi, menjelaskan,
mencari sesuatu atau suasana baru dan meneliti.
6)
Kebutuhan Estetika
Kebetuhan
estetik (order and beauty) merupakan ciri orang yang sehat mentalnya. Melalui
kebutuhan inilah manusia dapat mengembangkan kreativitasnya dalam bidang seni
(lukis, rupa, patung, dan grafis), arsitektur, tata busana, dan tata rias. Di
samping itu orang yang sehat mentalnya ditandai dengan kebutuhan keteraturan, keserasian,
atau keharmonisan dalam setiap aspek kehidupannya, seperti dalam cara
berpakaian (rapi dengan keterpaduan warna yang serasi), dan pemeliharaan
ketertiban lalu lintas. Orang yang kurang sehat mentalnya, atau sedang
mengalami gangguan emosional, dan stres biasanya kurang memperhatikan
kebersihan, dan kurang apresiatif terhadap keteraturan dan keindahan.
7)
Kebutuhan Aktualisasi
Diri
Merupakan puncak
dari hirarki kebutuhan manusia yaitu perkembangan atau perwujudan potensi dan
kapasitas secara penu. Maslow berpendapat bahwa manusia dimotivasi untuk
menjadi segala sesuatu yang dia mampu untuk menjadi itu. walaupun kebutuhan
lain terpenuhi, namun apabila kebutuhan aktualisasi diri tidak terpenuhi, tidak
mengembangkan atau tidak mampu menggunakan kemampuan bawaannyaa secara penuh,
maka seseorang akan mengalami kegelisahan, ketidaksenangan, atau frustasi.
Contoh: jika seseorang
memiliki kemampuan potensial dalam bidang musik tetapi dia harus bekerja
sebagai akuntan, atau jika dia sangat berminat dalam studi tetapi disuruh
bekerja sebagai pedagang, maka dia akan mengalami kegagalan memenuhi
aktualisasi dirinya. Terkait dengan hal ini, Maslow mengemukakan bahwa seorang
musikus harus membuat musik, seorang pelukis harus melukis, dan seorang
sastrawan harus merilis.[12]
2. Kepribadian yang Sehat
Maslow
berpendapat bahwa seseorang akan memiliki kepribadian yang sehat, apabila dia
telah mampu mengaktualisasikan dirinya secara penuh (self-actualizing person).
Dia mengemukakan teori motivasi bagi self-actualizing person dengan metamotivation,
meta-needs, B-motivation, atau being values (kebutuhan
untuk berkembang). Seseorang yang mampu mengaktualisasikan dirinya secara
menyeluruh tujuannya akan memperkaya, memperluas kehidupannya dan mengurangi
ketegangan melalui bermacam-macam pengalaman yang menantang. Dia berusaha untuk
mengembangakan potensinya secara maksimal, dengan memperhatikan lingkungannya.
Dia juga berada dalam keadaan menjadi spontan, alami, dan senang
mengekspresikan potensinya secara penuh.
Sementara
motivasi bagi orang yang tidak mampu mengaktualisasikan dirinya, dinama D-motivation
atau Deficiency. Tipe motivasi ini cenderung mengejar hal yang khusus
untuk memenuhi kekurangan dalam dirinya, seperti mencari makanan untuk memenuhi
rasa lapar. Ini berarti bahwa kebutuhan khusus (lapar) untuk tujuan yang khusus
(makanan) menghasilkan motivasi untuk memperoleh sesuatu yang dirasakannya
kurang (mencari makanan). Motif ini tidak hannya berhubungan dengan kebutuhan
fisiologis, tetapi juga rasa aman, cintah kasih, dan penghargaan.[13]
Terkait
dengan metaneeds, Maslow selanjutnya mengatakan bahwa kegagalan dalam
memuaskannya akan berdampak kurang baik bagi individu, sebab dapat menggagalkan
pemuasan kebutuhan yang lainnya, dan juga melahirkan metapologi yang
dapat merintangi perkembangannya. Metapologi merintangi self-actualizaer
untuk mengekspresikan, menggunakan, memenuhi potensinya, merasa tidak berdaya
dan depresi. Berikut ini dikemukakan mengenai ciri-ciri dari metaneeds
dan metapologi.
Metaneeds
|
Metapologis
|
1. Sikap percaya
|
1. Tidak percaya, sinis, skeptis
|
2. Bijak dan baik
|
2. Benci dan memuakkan
|
3. Indah (estetis)
|
3. Vulgar dan mati rasa
|
4. Kesatuan (menyeluruh)
|
4. Disintegrasi
|
5. Enerjik dan optimis
|
5. Kehilangan semangat hidup, pasif, dan pesimis
|
6. Pasti
|
6. Kacau dan tidak dapat diprediksi
|
7. Lengkap
|
7. Tidak lengkap dan tidak tuntas
|
8. Adil dan altruis
|
8. Suka marah-marah, tidak adil dan egois
|
9. Berani
|
9. Rasa tidak aman dan memerlukan bantuan
|
10. Sederhana (simple)
|
10. Sangat komplek dan membingungkan
|
11. Bertanggung jawab
|
11. Tidak bertanggung jawab
|
12. Penuh makna
|
12. Tidak tahu makna kehidupan, kehilangan harapan dan
putus asa.
|
Mengenai
self-actualizing person, atau orang yang sehat mentalnya, Maslow
mengemukakan ciri-cirinya sebagai berikut:
a.
Mempersepsi kehidupan
atau dunianya sebagaimana apa adanya, dan merasa nyaman dalam menjalaninya.
b.
Menerima dirinya
sendiri, orang lain dan lingkungannya.
c.
Bersikap spontan,
sederhana, alami, bersikap jujur, tidak dibuat-buat dan terbuka.
d.
Mempunyai komitmen atau
dedikasi untuk memecahkan masalah diluar dirinya (yang dialami orang lain).
e.
Bersikap mandiri dan
independen.
f.
Memiliki apresiasi yang
segar terhadap lingkungan di sekitarnya.
g.
Mencapai puncak
pengalaman, yaitu suatu keadaan dimana seseorang mengalami kegembiraan yang
luar biasa. Pengalaman ini cenderung lebih bersifat mistik atau keagamaan.
h.
Memiliki minat sosial:
simpati, empati, dan altruis.
i.
Sangat senang menjalin
hubungan interpersonal (persahabatan atau persaudaraan) dengan orang lain.
j.
Bersikap demokratis
(toleran, tidak rasialis, dan terbuka).
k.
Kreatif (fleksibel,
sponta, terbuka, dan tidak takut salah).
Pandangan
Maslow tentang hakikat manusia yaitu manusia bersifat optimistik, bebas
berkehendak, sadar dalam memilihi, unik, dapat mengatasi pengalaman masa kecil,
dan baik. Menurut dia, kepribadian itu dipengaruhi oleh hereditas dan
lingkungan.[14]
Dalam
kaitannya dengan peran lingkungan, khususnya sekolah dalam mengembangkan self-actualizing,
Maslow mengemukakan beberapa upaya yang seyogyanya dilakukan oleh sekolah
(dalam hal ini gur-guru) yaitu sebagai berikut:
a.
Membantu siswa menemukan
identitasnya (jati dirinya) sendiri.
b.
Membantu siswa untuk
mengeksplorasi pekerjaan.
c.
Membantu siswa untuk
memahami keterbatasan (nasib) dirinya.
d.
Membantu siswa untuk
memperoleh pemahaman tentang nilai-nilai.
e.
Membantu siswa agar
memahami bahwa hidup ini berharga.
f.
Mendorong siswa agar
mencapai pengalaman puncak dalam kehidupannya.
g.
Memfasilitasi siswa
agar dapat memuaskan kebutuhan dasarnya (rasa aman, rasa berharga, dan rasa
diakui)
3. Kritik terhadap Teori Humanistik
Terdapat beberapa
kritik tentang kelemahan pendekatan humanistik mengenai kepribadian, yaitu
sebagai berikut:
a.
Poor testability,
teorinya sulit diuji (diukur) secara ilmiah, seperti konsep perkembangan
manusia dan self-acrtualizing
b.
Unrealistic view of
human nature. Humanistik terlalu optimis dalam
mengasumsikan tentang hakikat manusia. Dalam mendeskripsikan kepribadian yang
sehat kurang realistic. Seperti dalam mendeskripsikan ciri-ciri
self-actualizing terlalu sempurna.
4. Implikasi Teori Kepribadian Humanistik terhadap Bimbingan dan Konseling
a. Tujuan
Bimbingan dan Konseling
Tujuan
utama bimbingan dan konseling adalah the fully functioning (mature)
person atau the self-actualizing (psychologically healthy)
person. Secara khusus tujuan bimbingan dan konseling tersebut dirinci
sebagai berikut:
1)
Bersikap terbuka
terhadap pengalaman dan dapat mempersepsinya secara reaalistik.
2)
Meneriman diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan.
3)
Bertanggung jawab
terhadap perbuatannya.
4)
Mau menghargai diri
sendiri dan orang lain.
5)
Menerima orang lain
sebagai individu yang unik.
6)
Bersikap rasional dan
tidak defensive.
7)
Bersikap demokratis.
8)
Senang menjalin
hubungan interpersonal.
b.
Peran Konselor
Buhler
dan Allen (Gerrard Corey: 1988) menjelaskan bahwa konselor humanistik memiliki orientasi
sebagai berikut:
1)
Mengakui pentingnya
pendekatan diri pribadi ke pribadi.
2)
Menyadari tanggung
jawabnya sebagai konselor.
3)
Mengakui sifat timbal
balik dari hubungan bimbingan dan konseling.
4)
Berorientasi pada
perkembangan.
5)
Menekankan keharusan
konselor terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang utuh.
6)
Mengakui bahwa putusan
dan pilihan akhir terletak di tangan klien/konsele.
7)
Memandang dirinya
sebagai model, konselor dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknnya tentang
manusia dapat secara implisit menunjukkan kepada konseli potensi bagi tindakan
kreatif dan positif.
8)
Mengakui kebebasan
konsele untuk mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan tujuan dan
nilainya sendiri.
9)
Bekerja ke arah
mengurangi ketergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.[16]
E. Teori Kepribadian Kognitif: George A. Kelly
Dia
seorang yang sangat gemar membaca buku, dan berani untuk mengeksplorasi dunia
yang belum dikenalnya dengan cara berhipotesis. Dia mendapat gelar Ph.D. di
State University IOWA tahun 1931, kemudian menjadi direktur psikologi klinis di
Ohio State University dan Brandeis University. Pengalaman klinis awalnya adalah
di public school Kansas. Di sekolah ini, banyak guru yang merujuk para
siswa kepadanya. Guru-guru mengemukakan keluhan kepada Kelly tentang berbagai
hal yang dialaminya, terutama yang berkaitan dengan para siswanya. Berdasarkan
itu, Kelly memutuskan untuk mencoba memahaminya melalui pengungkapan konstruksi
(pandangan) para guru tentang peristiwa yang dialaminya. Sebagai contohnya,
jika guru mengeluh bahwa muridnya malas, maka dia mencoba untuk memahami
tingkah laku siswa itu, dan sistem konstruksi guru yang menyebabkan dia
mengeluhkan kemalasan siswa tersebut. Dia menganalisis keluhan guru, juga
kemalasan siswa, sehingga akhirnya masalah itu terpecahkan.
Kelly
meyakini bahwa tidak ada kebenaran yang objektif dan kebenaran yang mutlak
absolut. Fenomena itu hanya berarti manakala dihubungkan dengan cara individu
mengkonstruksi fenomena tersebut.[17]
1. Pandangannya tentang Manusia
Aliran
ini memandang manusia sebagai berikut:
a.
Manusia adalah scientist
yang mencoba untuk memprediksi dan mengontrol fenomena/tingkah laku.
Konsekuensi logis dari pandangan ini adalah sebagai berikut:
1)
Manusia itu pada
dasarnya berorientasi ke masa depan, yaitu mencapai masa depan yang lebih baik
dari masa sekarang.
2)
Manusia memiliki
kemampuan untuk mempresentasikan atau mengkonsep lingkungan daripada hanya
meresponnya. Manusia dapat mengembangkan rumusan-rumusan alternatif teoritis
tentang fenomena, menafsirkan , dan mengkonstruksi serta merekonstruksi
lingkungannya.
Kehidupan
merupakan representasi atau konstruksi dari kenyataan, dan kualitas hidup
ditunjukan manusia untuk menciptakan dan kembali menciptakan dirinya sendiri.
b.
Manusia itu bebas
(free) tetapi juga terkungkung (determined). Sistem konstruk individu
dilengkapi dengan kebebasan untuk mengambil keputusan (freedom of action),
sebab dia tidak dapat membuat pilihan diluar alternatif-alternatif yang telah
di tetapkannya.[18]
2. Struktur Kepribadian
Struktur
kepribadian manusia adalah sistem konstruknya. Konstruk merupakan cara
menafsirkan dunia/lingkungan. Konstruk merupakan konsep yang digunakan individu
dalam menafsirkan, mengkategorisasikan, dan mempetakan tingkah laku. Individu
mengantisipasi peristiwa dan menafsirkan jawabannya.
Kelly
mengukuhkan bahwa konstruk itu tersusun dari dua kutub atau kombinasi:
persamaan-perbedaan. Hal ini menunjukan bahwa kita tidak dapat memahami hakikat
konstruk seseorang, apabila dia hanya menggunakan kutub persamaan atau
perbedaan saja. Kita tidak akan tahu konstruk seseorang, sehingga memahami
peristiwa-peristiwa yang menyertainya, dan padangan dia tentang peristiwa itu,
apakah dia memandang bahwa peristiwa-peristiwa tersebut bertentangan dengan
konstruk yang telah dimilikinya.
Konstruk-konstruk
itu dapat dikategorikan ke dalam cara yang bervariasi, yaitu:
a.
Core
(inti), konstruk dasar dari fungsi individu.
b.
Peripheral
(pinggir, luar), konstruk yang dapat diubah tanpa modifikasi mendasar, serius
dari konstruk inti.
c.
Permeable
(dapat ditembus), konstruk yang terbuka, dapat menerima elemen-elemen yang
baru.
d.
Impermeable (tak
tembus/tertutup), konstruk yang menolak elemen-elemen baru
e.
Tight (rapat/erat).
Konstruk yang tidak mengubah-ubah posisi.
f.
Loose
(longgar), konstruk dimana individu mengharapkan suatu hal alam satu waktu, dan
hal yang berbeda dalam kondisi yang sama.
g.
Verbal,
konstruk yang mempunyai simbol kata yang konsisten/ajeg.
h.
Preverbal,
konstruk dimana individu belum mempunyai simbol kata yang konsisten. Konstruk
ini dialami/ipelajari individu sebelum perkembagan bawah (masa bayi/masa
kanak-kanak awal).
Konstruk-konstruk
dalam sistem yang tersusun secara hirarki, yaitu: Superordinate
(termasuk konstruk bimbingan dan konseling karir lain yang berbeda dalam
konteksnya), dan Subordinate (satu konstruk yang dimasukan ke dalam
konteks bimbingan dan konseling karir supeordinate).[19]
3. Proses dinamika Kepribadian
Dalam
hal ini, Kelly merumuskan suatu postulat/asumsi, bahwa “proses seseorang itu
secara psikologis dijembatani oleh cara dia mengantisipasi peristiwa”. Postulat
tersebut mengimplikasikan bahwa:
a.
Individu
mencari/menyusun prediksi.
b.
Individu mengantisipasi
peristiwa.
c.
Individu menggapai masa
depan melalui jendela masa kini.
Pembahsan
proses ini akan lebih kompleks dengan diperkenalkannya konsep:
1)
Anxiety
(cemas) adalah suatu pengenalan atau pengakuan bahwa peristiwa-peristiwa yang
dikonfrontasikan kepada individu terletak diluar sistem konstruknya.
Seseorang
akan mengalami kecemasan, manakala dia tidak memiliki konstruk atau kehilangan
pengertian akan peristiwa-peristiwa yang dihadapinya.
2)
Threat
(ancaman) merupakan kesadaran akan ancaman terjadinya perubahan struktur ini
(konstruk) dirinya.
Seseorang
merasa terancam, manakala dia merasa terjadi goncangan dalam sistem
konstruknya. Contoh: seseorang merasa terancam dengan kematian, jika kematian
itu dipersepsi sebagai ancaman, atau jika kematian itu dikonstruksi sebagai
sesuatu yang memiliki makna bagi kehidupan.
Terdapat
dua hal kemungkinan respon individu terhadap anxiety, yaitu: (1) Submerge
(meredamkan) satu ujung dari dimensi konstruk agar dapat mempersepsi peristiwa
secara familier/akrab dan nyaman, atau (2) Suspend, menghentikan atau
menunda elemen-elemen yang tidak baik bagi konstruk.[20]
Respon yang terakhir ini dipandang sama dengan konsep psikoanalitik, yaitu represi.
Sebagai
kesimpulan dari pandangan Kelly tentang proses perilaku individu adalah sebagai
berikut:
1)
Perilaku/aktivitas
individu tidak dilatarbelakangi oleh kekuatan motivasi
2)
Manusia berperilaku
seperti scientist dalam mengkonstruk peristiwa-peristiwa, dalam membuat
prediksi, dan dalam mencari perluasan sistem konstruknya. Terkadang tidak
seperti scientist, inividu merasa begitu cemas karena ketidakpahamannya,
dan begitu merasa terancam karena tidak familiarnya akan peristiwa yang
dihadapinya.[21]
4. Perkembangan Kepribadian
Kelly
berpendapat bahwa perkembangan itu ditekankan kepada konstruk preverbal pada
masa infancy (bayi kanak-kanak) dan penafsiran budaya yang terlibat
dalam proses harapn-harapan yang dipelajari/dialami. Orang memiliki kelompok budaya
yang sama dan mereka mengembangkan cara-cara tertentu dalam mengkonstruk
peristiwa-peristiwa, dan mereka pun mengembangkan jenis-jenis harapan yang sama
mengenai jenis-jenis perilaku tertentu.
5. Psychopatology
Teori
lain disamping anxiety dan Threat, Kelly juga mengemukakan teori
tentang psychopatology yang meliputi konsep-konsep agression, hostility,
dan guilt.
Menurut
Kelly, agresi itu melibatkan elaborasi yang aktif bidangpersepsi seseorang.
Agresi memiliki dua kutub yang ekstrim, yaitu inisiatif (penuh daya) dan yang
kaku (inertia). Berlawan dengan agresi, hostility (permusuhan)
melibatkan usaha yang berkesinambungan untuk memaksa bukti-bukti yang valid/sah
dari yang lain. Hostility terjadi manakala seseorang mencoba memaksa
bukti dalam prediksi sosial yang telah diakui sebagai suatu kegagalan. Sesorang
mencoba membuat orang lain berperilaku seperti apa yang diharapkannya. Hostility
digunakan untuk melindungi sistem konstruk tempat individu mencoba untuk
membuat orang lain berbuat dengan cara yang sesuai dengan harapannya
(bertindak).
Dapat
dikemukakan bahwa lawan dari agresi adalah tidak aktif (inactivity), dan
lawan dari hostility adalah keingin tahuan (curiosity) dan respect
(hormat) kepada orang lain.
Adapun
guilt (rasa bersalah) diartikan sebagai kesadaran mengusir prinadi (the
self) dari struktur inti. Guilt tidak melibatkan evil
(kejahatan/dosa), dan juga super ego. Guilt merupakan pembuangan
psikologis (pengasingan psikis) dari struktur inti not morally wrong.[22]
Sebagai
contoh: (1) seorang wanita yang mempersepsi/mendefinisikan dirinya sebagai
seorang ibu, dia akan merasa guilty manakala dia mengkonstruksi
perilakunya sebagai tukang contek dan sebaliknya.
Selanjutnya
Kelly mendefinisikan psychopatology sebagai gangguan fungsi dalam
menggunakan sistem konstruk terhadap peristiwa-peristiwa. Gangguan (disorder)
dapat diartikan sebagai konstruk pribadi yang digunakan secara berulang-ulang
karena perasaan dendam/benci yang tidak valid. Gangguan psikologisn adalah
gangguan yang melibatkan anxiety. Lebih tepatnya, gangguan psikologis
itu merupakan gangguan yang melibatkan anxiety, dan usaha individu yang
diulang untuk membangun kembali perasaan, sehingga mampu mengantisipasi
peristiwa-peristiwa.
Contoh
konstruk psychopatology Kelly ini adalah kasus bunuh diri (suicide).
Suicide ditafsirkan oleh para psikoanalitik adalah sebagai batinnya hostility.
Setiap suicide adalah sebuah pembunuhan yang potensial. Ini semua disebabkan
karena anxiety atau guilty, hostility yang diarahkan
kepada orang lain, menjadi berbalik arah kepada dirinya sendiri. Tidak sama
dengan penafsiran diatas, Kelly menafsirkan suicide sebagai perbuatan
untuk memvalidasikan hidupnya, atau tindakan penyerahan/pengorbanan diri. Suicide
terjadi karena akibat fatalisme atau karena anxiety yang total,
atau karena peristiwa yang dihadapi itu membingungkan; atau juga disebabkan
karena segala sesuatu itu begitu susah untuk dapat diprediksi.
Psychopatology
itu merupakan respon yang tidak sehat terhadap anxiety. Bentuk-bentuk
respon ini adalah sebagai berikut:
a.
Contruction (menegangkan),
yaitu cenderung ditemukan pada orang yang mengalami depresi; orang yang sangat
terbatas interesnya, yang sempit atensinya terhadap hal-hal yang lebih kecil;
juga orang yang sempit persepsinya untuk mengurangi ketidak cocokan/hal-hal
yang berlawanan.
b.
Dilation
(memuain/memperlebar), yaitu yang memperlebar persepsinya. Sering ditemukan
pada perilaku orang yang mengidap/mengalami manic (kegemaran
berlebih-lebihan, kegagalan); atau a flight of ideas; excessiveve
motor activity.
c.
Exessively impermeable
(inflexible), kaku, sempit cara berfikirnya/menutup diri, menolak
rangsangan dari orang lain, dan bersifat kompulsif.[23]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori
dapat diartikan sebagai model tentang kenyataan yang membantu kita untuk
memahami, menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol tentang kenyataan tersebut
(C. George Boeree, 2005: 1). Sedangkan “kepribadian” disebut dengan personality
(bahasa inggris); persoonlijkheid (bahasa Belanda); personlichkeit
(bahasa Jerman); personalita (bahasa Itali); dan personalidad
(bahasa Spanyol). Akar kata istilah tersebut berasal dari bahasa Latin persona
“topeng”, yaitu topeng yang digunakan oleh aktor pertunjukan, dalam pertunjukan
tersebut aktor menyembunyikan kepribadiannya yang asli dan menampilkan diri
sesuai dengan kepribadian topeng yang digunakan
Menurut Stefflre
dan Matheny ada beberapa faktor yang mempengaruhi keragaman teori kepribadian,
yaitu: personal, sosiologis, filsafat dan agama
Para
ahli teori humanistik menegaskan adanya keseluruhan kapasitas martabat dan
nilai kemanusiaan untuk menyatakan diri (self- realization). Mereka meyakini
bahwa:
a.
Manusia memiliki
dorongan bawaan untuk mengembangkan diri;
b.
Manusia memiliki
kebebasan untuk merancang atau mengembangkan tingkah lakunya, dalam hal ini manusia
bukan pion yang di atur sepenuhnya oleh lingkungan, dan;
c.
Manusia adalah makhluk
rasional dan sadar, tidak dikuasai oleh ketidaksadaran, kebutuhan irrasional,
dan konflik.
Teori
Abraham Maslow dapat dinamakan dengan teori Dinamika Holistik. Teori ini
mengasumsikan keseluruhan kepribadian manusia yang termotivasikan secara
konstan oleh suatu kebutuhan atau kebutuhan lainnya
Teori
epribadian kognitif Kelly meyakini bahwa tidak ada kebenaran yang objektif dan
kebenaran yang mutlak absolut. Fenomena itu hanya berarti manakala dihubungkan
dengan cara individu mengkonstruksi fenomena tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Syamsu Yusuf LN. dan
Achmad Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, cetakan pertama 2007), hlm. 2
Uus Ruswandi dan
Badrudin, Pengembangan Kepribadian Guru (Bandung: CV. Insan Mandiri,),
hlm. 51
Muhamad Hamdi, Teori
Kebripadian, Sebuah Pengantar (Bandung: Alfabeta, cetakan pertama 2016),
hlm. 3
Alwisol, Psikologi
Kepribadian (Malang: UMM Press, edisi rrevisi cetakan ke tujuh 2009), hlm.
199
[1] Syamsu Yusuf LN. dan Achmad Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cetakan pertama 2007), hlm. 2
[2] Uus Ruswandi dan Badrudin, Pengembangan Kepribadian Guru
(Bandung: CV. Insan Mandiri,), hlm. 51
[3] Muhamad Hamdi, Teori Kebripadian, Sebuah Pengantar
(Bandung: Alfabeta, cetakan pertama 2016), hlm. 3
[4] Syamsu Yusuf LN. dan Achmad Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cetakan pertama 2007), hlm. 3-4
[5] Ibid., hlm. 16
[6] Ibid., hlm. 141
[7] Alwisol, Psikologi Kepribadian (Malang: UMM Press, edisi
rrevisi cetakan ke tujuh 2009), hlm. 199
[8] Muhamad Hamdi, Teori Kebripadian, Sebuah Pengantar
(Bandung: Alfabeta, cetakan pertama 2016), hlm. 124
[9] Uus Ruswandi dan Badrudin, Pengembangan Kepribadian Guru
(Bandung: CV. Insan Mandiri,), hlm. 106-107
[10] Syamsu Yusuf LN. dan Achmad Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cetakan pertama 2007), hlm. 157-158
[11] Alwisol, Psikologi Kepribadian (Malang: UMM Press, edisi
rrevisi cetakan ke tujuh 2009), hlm. 206
[12] Syamsu Yusuf LN. dan Achmad Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cetakan pertama 2007), hlm. 159-160
[13] Ibid., hlm. 161
[14] Ibid., hlm. 162-163
[15] Uus Ruswandi dan Badrudin, Pengembangan Kepribadian Guru
(Bandung: CV. Insan Mandiri,), hlm. 109-11o
[16] Syamsu Yusuf LN. dan Achmad Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cetakan pertama 2007), hlm. 165
[17] Ibid., hlm. 167-168
[18] Uus Ruswandi dan Badrudin, Pengembangan Kepribadian Guru
(Bandung: CV. Insan Mandiri,), hlm. 110
[19] Ibid., hlm. 111
[20] Ibid., hlm. 112
[21] Ibid., hlm. 113
[22] Ibid., hlm. 113-114
[23] Ibid., hlm. 114-115