Sunday, January 27, 2019

MAKALAH TOERI KEPRIBADIAN ERIK ERIKSON & BEHAVIORISTIK


TEORI-TEORI KEPRIBADIAN
(ERIK ERIKSON DAN BEHAVIORISTIK)

Kata Pengantar


Bismillahirahmanirahim, Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT Karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Teori-Teori Kepribadian Erik Erikson dan Behavoristik” ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad Shallallahu’alaihiwassalam, yang telah menunjukan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam semesta.
            Kami sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah materi Pengembangan Kepribadian Guru. Disamping itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah pada tugas yang lain.


Bandung, 28 Oktober 2018

BAB I

PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang

     Semua orang pasti memiliki kepribadian yang tentunya kepribadian itu berbeda antara satu dengan yang lainnya. Mengenai kepribadian dalam makalah ini membahas teori-teori perkembangan kepribadian menurut Erik Erikson dan Behavioristik berkaitan dengan manusia sebagai objek dari kajian kepribadian ini. Guna mengetahui hakikat dari kepribadian itu sendiri.
     Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erikson merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund Freud, Erikson mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia, satu hal yang tidak dilakukan oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran manusia, teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis.
     Teori Behavioristik adalah sebuah aliran dalam pemahaman tingkah laku manusia yang di kembangkan oleh John B. Waston (1878-1958), seorang ahli psikologi Amerika pada tahun 1930. Watson dan teori behavioristik lainnya, seperti Ivan Petrovich Pavlov dan B.F. Skinner, meyakini bahwa  tingkah laku manusia merupakan hasil dari pembawaan genetis dan pengaruh lingkungan atau situasional. Faktor lingkungan inilah yang menjadi penentu terpenting dari tingkah laku manusia. Berdasarkan pemahaman ini, maka kepribadian individu menurut teori ini dapat dikembalikan kepada hubungan antara individu dan lingkungannya.

1.2  Rumusan Masalah

      Berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah diutarakan di atas, maka kami dapat merumuskan masalah yang menjadi bahasan utama dalam penyusunan makalah ini, yaitu:
1.      Bagaimna Teori Kepribadian Menurut Erik Erikson?
2.      Bagaimna Teori Kepribadian Behavioristik menurut Watson, Skinner, dan Pavlov?

1.3  Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui teori kepribadian menurut Erik Erikson.
2.      Untuk mengetahui teori kepribadian behavioristik menurut Watson, Skinner, dan Pavlov.

BAB II

PEMBAHASAN


2.1 Teori Kepribadian Erik Erikson

      Erik H. Erikson adalah salah satu tokoh psikoanalisa yang lahir di Frankurt, Jerman, 15 Juni 1902. Ayah kandung Erikson adalah  seorang pria kebangsaan denmark yang meninggalkan Erikson pada usia tiga tahun sehingga Ibu Erikson yang bernama Karla abrhamsen menikah lagi dengan Theodore Homberger yang menjadi ayah tiri Erikson dan nama hamberger kini menjadi bagian dari nama Erikson. Setelah lulus SMA, Erikson menjadi seniman namun tidak mengambil kuliah seni dan memilih berkeliling Eropa untuk menikmati dan belajar seni.
      Erikson menjadi guru pada sekolah yang dikelola Dorothy Burlingham, teman Anna Freud yang direkomendasikan oleh Peter blos pada usia 25 tahun. Tahun 1927-1933, Erikson belajar sebagai Child Analyst di Vienna Psycholoanalytic Institute bersama Anna Freud dan menikahi Joan Serson pada tahun 1930 serta memiliki tiga orang anak. Selama tahun tersebut, Erikson mendapat sertifikan dari Motessori Education dan Vienna Psychoanalityc Society. Tahun 1922 ketika Nazi berkuasa, Erikson pindah ke Copenhagen, lalu pindah ke Denmaark dan ke Boston, Amerika.
      Erikson mengajar di Harvard Medical School dan membuka praktik psikoanalisis anak-anak. Di sinilah Erikson bertemu Henry Murray dan Kurt Lewin serta tokoh-tokoh besar lainnya. Selanjutnya, Erikson mengajar di University of California di Berkeley dan melakukan penelitian tentang kehidupan modern dalam suku Lakota dan Yurok. Tahun 1939, Erikson mengubah namanya dari Erik Homberger menjadi Erik H. Erikson. Pada tahun 1950, Erikson membuat Childhood and Society, analis Maxim Gorky dan Adolph Hitler, diskusi “Kepribadian Amerika”, beberapa ringkasa teori Freudian, dan Ghandi’s Truth yang memenangkn Award dan National Book Award.
      Beberapa tahun kemudian, Erikson meninggalkan Berkeley kemudian bekerja dan mengajar di sebuah klinik di Massachussets selama 10 tahun, dan 10 tahun kemudian kembali ke Harvard. Tahun 1970, Erikson menulis dan melakukan penelitia bersama istrinya dan akhirnya meninggal pada tahun 1994.[1]


1.      Struktur Kepribadian
Erikson (Alwisol, 2009: 85-88) menyatakan bahwa struktur kepribadian manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a.       Ego Kreatif
Ego kreatif adalah ego yang dapat menemukan pemecahan kreativitas atas masalah baru pada setiap tahap kehidupan. Apabila menemukan hambatan atau konflik pada suatu fase, ego tidak menyerah tetapi breaksi dengan menggunakan kombinasi antara kesiapan batin dan kesemptan yang disediakan lingkungan. Ego yang sempurna memiliki 3 dimensi, yaitu:
1)      Faktualisasi adalah kumpulan sumber data dan fkta serta metode yang dapat dicocokkan atau diverifikasi dengan metode yang sedang digunakan pada suatu peristiwa. Dalam hal ini, ego berisikan kumpulan hasil interaksi individu dengan lingkungannya yang dikemas dalam bentuk data dan fakta.
2)      Universalitas adalah dimensi yang mirip dengan prinsip realita yang dikemukakan oleh Freud. Dimensi ini berkaitan dengan sens of reality yang menggabungkan pandangan semesta/alam dengan sesuatu yang dianggap konkrit dan praktis.
3)      Aktualisasi adalah metode baru yang digunakan oleh individu untuk berhubungan dengan orang lain demi mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini, ego merupakan realitas masa kini yang berusaha mengembangkan cara baru untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapi, menjadi lebih efektif, progresif, dan prospektif.
      Erikson berpendapat bahwa sebagian ego yang ada pada individu bersifat tak sadar, mengorganisir pengalaman yang terjadi pada masa lalu dan pengalaman yang akan terjadi pada masa mendatang. Dalam hal ini, Erikson menemukan tiga aspek yang saling berhubungan, yaitu body ego, ego ideal, dan ego identity, yang umumnya akan mengalami perkembangan pesat pada masa dewasa meskipun ketiga aspek terjadi pada setiap fase kehidupan.
1)      Body ego merupakan suatu pengalaman individu terkait dengan tubuh atau fisiknya sendiri. Individu cenderung akan melihat fisiknya berbeda dengan fisik tubuh orang lain.
2)      Ego ideal merupakan suatu gambaran terkait dengan konsep diri yang sempurna. Individu cenderung akan berimajiasi untuk memiliki konsep ego yang lebih ideal dibanding dengan orang lain.
3)      Ego identity merupakan gambaran yang dimiliki individu terkait dengan diri yang melakukan peran sosial pada lingkungan tertentu.
b.      Ego Otonomi Fungsional
      Ego otonomi fungsional adalah ego yang berfokus pada penyesuaian terhadap realita. Contohnya yaitu hubungan ibu dan anak. Meskipun Erikson sepemdapat dengan Freud mengenai hubungan ibu dan anak mampu mempengaruhi serta menjai hal terpenting dari perkembangan kepribadian anak, tetapi Erikson tidak membatasi teori-teori hubungan id-ego dalam bentuk usaha memuaskan kebutuhan id oleh ego. Erikson menganggap bahwa proses pemberian makanan pada bayi merupakan model interaksi sosial antara bayi dengan lingkungan sosialnya.
      Lapar adalah manifestasi biologis, dan konsekuensinya akan menimbulkan kesan terhadap dunia luar bayi ketika mendapat pemuasan id yang dilakukan oleh ibu. Bayi belajar untuk mengantisipasi interaksi dalam bentuk basic trust pada saat diberi makan oleh ibunya. Basic trust dimaksud yaitu suatu kepercayan dasar anak yang memandang kontak dengan manusia dan dunia luar adalah hal yang sangat menyenangkn karena pada masa lalu (bayi) hubungan tersebut menimbulkan rasa dan menyenangkan terhadap dirinya.
c.       Pengaruh Masyarakat
      Pengaruh masyarakat adalah pembentuk bagian terbesar ego, meskipun kapasitas yang dibawa sejak lahir oleh individu juga penting dalam perkembangan kepribadian. Erikson mengemukakan faktor yang memengaruhi kepribadian yang berbeda dengan Freud. Meskipun Freud menyatakan bahwa kepribadian dipengaruhi oleh biologikal. Erikson memandang kepribadian dipengaruhi oleh faktor sosial dan histrikal. Erikson menyatkan bahwa potensi yang dimiliki individu adalah ego yang muncul bersama kelahiran dan harus ditegakkan dalam lingkungan budaya. Anak yang diasuh dalam budaya masyarakat berbeda, cenderung akan membentuk kepribdaian yang sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan budaya sendiri.
2.      Dinamika Kepribadian
            Feist dan feist menyatakan bahwa perwujudan dinamikan kepribadian adalah hasil interaksi antara kebutuhan biologis yang mendasar dan pengungkapannya melalui tindakan-tindakan sosial. Hal ini berarti bahwa perkembangan kehidupan individu dari baya hingga dewasa umumnya dipengaruhi oleh hasil interaksi sosial dengan individu lainnya sehingga membuat individu menjadi matang baik secara fidik maupun secara psikologis. Erikson menyatakan bahwa ego adalah sumber kesadaran diri individu. Ego mengembangkan perasaan yang berkelanjutan diri antara masa lalu dengan yang akan datang selama proses penyesuaian diri dengan realita.
            Friedman dan Schustack mengemukakan bahwa ego berkembang mengetahui tahap egigenik, artinya tiap bagian dari ego berkembang pada tahap perkembangan tertentu dalam rentang waktu tertentu. Menurutnya, semua yang berkembangan mempunyai rencana dasar dan dari perencanaan ini muncul bagian-bagian, masing-masing bagian mempunyai waktu khusus untuk menjadi pusat perkembangan, sampai semua bagian muncul membentuk keseluruhan fungsi.
3.      Tahap Perkembangan
            Teori psikososial dari Erik Erikson meilputi delapan tahap yang saling berurutan sepanjang hidup. Hasil dari tiap tahap bergantung pada hasil tahapan sebelumnya dan resolusi yang sukses dari tiap krisis ego adalah pentingnya bagi individu untuk dapat tumbuh secara optimal. Ego harus mengembangkan kasanggupan yang berbeda untuk mengatasi tiap tuntutan penyesuaian diri masyarakat (Berk, 2003).
Berikut adalah delapan tahapan perkembangan psikososial menurut Erik Erikson:
a.    Tahap I : Trust versus Mistrust  (0-1 tahun)
Kepercayaan dasar terbentuk pada masa bayi terhadap ibu (pengasuh) yang ditunjukkan dengan kenyamanan selama dalam pengasuhan, baik ketika tidur, makan, maupun bermain. Kebiasaan itu berlangsung terus dalam kehidupan bayi dan merupakan dasar paling awal bagi berkembangnya suatu perasaan identitas psikososial. Bayi belajar untuk percaya pada orang dewasa di sekitarnya dan menjadi dasar baginya untuk mempercayai dirinya sendiri. Kegagalan mengembangkan rasa percaya menyababkan bayi mengembangkan kecurigaan dasar. Ia akan merasa takut tidak akan ada kenyamanan dari lingkungannya,
b.    Tahap II: Autonomy versus Shame and Doubt (l-3 tahun)
Anak cenderung aktif dalam segala hal. Anak harus didorong untuk mengalami situasisituasi yang menuntut kemandirian dalam melakukan pilihan.Rasa mampu mengendalikan diri membuat anak memiliki kemauan yang baik dan bangga yang bersifat menetap. Sebaliknya, pembatasan ruang gerak pada anak dapat menyebabkan anak akan mudah menyerah dan kehilangan kontrol diri sehingga menyebabkan perasaan malu dan ragu-ragu dalam bertindak yang juga bersifat menetap.
c.    Tahap III : Initiative versus Guilt (3-6 tahun)
Tahap inisiatif yaitu suatu masa untuk memperluas penguasaan dan tanggung jawab dengan berinteraksi dengan lingkungan. Selama tahap ini anak menampilkan diri lebih maju dan lebih seimbang secara fisik maupun kejiwaan yang memunculkan rasa ingin tahu terhadap segala hal yang dilihatnya. Akan tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan pola asuh yang salah, mereka cenderung merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri. Keterasingan batin timbul karena suatu perasaan bersalah dan sifat ini menetap hingga dewasa.
d.    Tahap IV: Industry versus Inferiority (6-12 tahun)
Pada Tahapan Perkembangan Psikososial Eric Erikson ini, individu diharapkan mulai menempuh pendidikan formal. Orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya. Bahaya dari tahap ini ialah anak bisa mengembangkan perasaan rendah diri apabila ia tidak berhasil menguasai tugas-tugas yang dipilihnya atau yang diberikan oleh guru dan orangtua. Anak dapat mengembangkan sikap rajin, jika anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (infieoritas), anak dapat mengembangkan sikap rendah diri.
e.    Tahap V : Identity versus Role Confusion (12-18 tahun)
Individu mulai mencari siapa dirinya, namun sudah siap untuk memasuki suatu peranan yang berarti di tengah masyarakat. Pada tahap ini ego memiliki kapasitas untuk memilih dan mengintegrasikan bakat-bakat dan ketrampilan dalam melakukan identifikasi dengan orang yang sependapat dalam lingkungan sosial, serta menjaga pertahanannya terhadap berbagai ancaman dan kecemasan. Apabila terjadi krisis identitas, membentuk bentuk suatu identitas yang stabil atau sebaliknya akan kekacauan peranan. Apabila seorang remaja dalam mencari jati dirinya bergaul dengan lingkungan yang baik maka akan tercipta identitas yang baik pula. Namun sebaliknya, jika remaja bergaul dalam lingkungan yang kurang baik maka akan timbul kekacauan identitas pada diri remaja tersebut.
f.     Tahap VI : Intimacy versus Isolation (masa dewasa muda)
Dalam Tahapan Perkembangan Psikososial Eric Erikson ini, individul memiliki keinginan dan kesiapan untuk menyatukan identitasnya dengan orang lain, dan diistilahkan dengan kata cinta. Agar memiliki arti sosial yang bersifat menetap maka genitalitas membutuhkan seseorang untuk dicintai dan diajak mengadakan hubungan seksual. Apabila hal tersebut tidak dapat dilakukan maka ada kecenderungan mengalami masalah intimasi yaitu isolasi.
g.    Tahap VII : Generativity versus Stagnation (masa dewasa menengah)  Tugas yang harus dicapai dalam tahapan ini adalah dapat mengabdikan diri guna mencapai keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generatifitas) dengan tidak melakukan apa-apa (stagnasi). Individu menaruh perhatian perhatian terhadap apa yang dihasilkan, keturunan, produk, ide serta pembentukan dan penetapan garis-garis pedoman untuk generasi mendatang. Apabila generativitas lemah atau tidak diungkapkan maka kepribadian akan mundur dan mengalami stagnasi.
h.    Tahap VIII : Ego Integrity versus Despair (masa dewasa akhir)
Tahap ini merupakan tahap terakhir, dimana individu berhasil menyesuaikan diri dengan keberhasilan dan kegagalan dalam hidup. Apabila individu mengalami kegagalan dalam menyesuaikan diri, maka yang terbentuk adalah keputusasaan. Keputusasaan dalam menghadapi perubahan siklus kehidupan. Dalam tahapan ini berkembang pula kebijaksanaan, yaitu nilai yang berkembang dari hasil pertemuan antara integritas dan keputusasaan.[2]

2.2  Teori Behavioristik 

2.2.1 Pengertian Teori Kepribadian Manurut Behavioristik

            Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang diperkenalkan oleh John B. Watson (1878-1958), seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika. Di Amerika Serikat, Watson dikenal sebagai bapak behaviorisme karena prinsip-prinsip pembelajaran barunya berdasarkan teori Stimulus-Respons Bond.
            Menurut behaviorisme yang dianut oleh Watson, tujuan utama psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap perilaku dan sedikitpun tidak ada kaitannya dengan kesadaran. Menurut teori ini yang dapat dikaji oleh psikologi adalah benda-benda atau hal-hal yang dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus), dan gerak balas (respons), sedangkan hal-hal yang terjadi pada otak tidak berkaitan dengan kajian. Maka dalam proses pembelajaran menurut Watson, tidak ada perbedaan antar manusia dan hewan.
            Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus-respons ini, Watson mengemukakan dua prinsip penting yaitu recency principle (prinsip kebaruan), dan frequency principle (prinsip frekuensi). Menurut recency principle jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons, maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan umpan setelah lama berselang. Menurut frequency principle apabila suatu stimulus dibuat sering menimbulkan respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.
            Teori behaviorisme hanya menganalisis perilaku yang tampak pada diri seseorang yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Behaviorisme memandang pula bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak membawa bakat apa-apa. Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitar. Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia yang buruk, lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia yang baik. Kaum behavioris memusatkan dirinya pada pendekatan ilmiah yang benar-benar objektif. Kaum behavioris mencoret dari kamus ilmiah mereka, tentang semua peristilahan yang bersifat subjektif, seperti sensasi, persepsi, hasrat, tujuan, bahkan termasuk berpikir dan emosi secara subjektif.
            Pada dasarnya, Watson menolak pikiran dan kesadaran sebagai subjek dalam psikologi dan mempertahankan perilaku (behavior) sebagai subjek psikologi. Terdapat tiga prinsip aliran behavioristik: Pertama, Menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau pembangun pelaku. Kondisi adalah lingkungan external yang hadir di kehidupan. Perilaku muncul sebagai respon dari kondisi yang mengelilingi manusia dan hewan. Kedua, Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan terdiri dari pengalaman baik masa lalu dan yang baru saja, materi fisik dan sosial. Lingkungan yang akan memberikan contoh dan individu akan belajar dari semua itu. Ketiga, Memusatkan pada perilaku hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia.
            Syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-R ini adalah adanya unsur: dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons, dan penguatan (reinforcement). Unsur yang pertama adalah dorongan, suatu keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya. Unsur yang kedua adalah rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar diri individu, dan tentu saja berbeda dengan dorongan tadi yang datangnya dari dalam. Unsur yang ketiga adalah Respons, respons itu ada yang positif, dan ada pula yang negatif. Yang positif disebabkan oleh adanya ketepatan seseorang melakukan respons terhadap stimulus yang ada, dan tentunya yang sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan yang negatif adalah apabila seseorang memberi reaksi justru sebaliknya dari yang diharapkan oleh pemberi rangsangan. Unsur yang keempat adalah penguatan (reinforcement). Unsur ini datangnya dari pihak luar, ditujukan kepada orang yang sedang merespons. Apabila respons telah benar, maka diberi penguatan agar individu tersebut merasa adanya kebutuhan untuk melakukan respons seperti tadi lagi.
            Ada tiga kelompok model belajar yang sesuai dengan teori belajar behaviorisme ini, yaitu yang menurut namanya disebut sebagai hubungan stimulus-respons (S-R bond), pembiasaan tanpa penguatan (conditioning with no  reinforcement), dan pembiasaan dengan penguatan (conditioning through reinforcemant). Sesuai dengan pandangan bahwa tingkah laku merupakan hasil belajar, maka perkembangan tingkah laku manusia terkait erat dengan prinsip-prinsip belajar, yaitu bahwa tingkah laku manusia dapat dilihat dari dua sisi: kondisi tingkah laku yang mendahului , dan tingkah laku yang menyertai atau akibat yang menyertai tingkah laku.

2.2.2 Teori Kepribadian Behavioristik Menurut Pandangan Skinner

a.      Asumsi Dasar Behavioristik
         Skinner bekerja dengan tiga asumsi dasar, dimana asumsi pertama dan kedua pada dasarnya menjadi psikologi pada umumnya, bahkan menjadi asumsi semua pendekatan ilmiah:
1)      Tingkah laku itu mengikuti hukum tertentu (Behavior is lawful)
 Ilmu adalah usaha untuk menemukan keteraturan, menunjukkan bahwa peristiwa tertentu berhubungan secara teratur dengan peristiwa lain. (Alwisol, 2005: 400)
Tingkah laku merupakan hasil pengaruh timbal balik dari variable-variabel tertentu yang dapat diidentifikasikan, yang sepenuhnya menentukan tingkah laku. Tingkah laku individu seluruhnya merupakan hasil dari dunia objektif. (A.Supratiknya, 1993: 317-318)
Asumsi bahwa seluruh tingkah laku berjalan menurut hukum jelas mengandung implikasi tentang kemungkinan mengontrol tingkah laku. Skinner tidak banyak tertarik pada aspek-aspek tingkah laku yang sangat sukar berubah, misalnya aspek-aspek tingkah laku yang terutama dikuasai oleh warisan hereditas. (A.Supratiknya,1993:320)
2)      Tingkah laku dapat diramalkan (Behavior can be predicted)
Ilmu bukan hanya menjelaskan tetapi juga meramalkan. Bukan hanya mengenai peristiwa masa lalu tetapi juga masa yang akan datang. Teori yang berdaya guna adalah yang memungkinkan dapat dilakukannya prediksi mengenai tingkah laku yang akan datang dan menguji prediksi itu. (Alwisol,2005: 400)



3)      Tingkah laku dapat dikontrol (Behavior can be controlled)
Ilmu dapat melakukan antisipasi dan menentukan/membentuk tingkah laku seseorang. Skinner bukan hanya ingin tau bagaimana terjadinya tingkah laku, tetapi Skinner sangat berkeinginan memanipulasinya.. (Alwisol,2005:400-401)
      Skinner menganggap kemampuan memanipulasi kehidupan dan tingkah laku manusia-keberhasilan mengontrol kejadian atau tingkah laku manusia merupakan bukti kebenaran suatu teori. Lebih penting lagi tingkah laku manusia harus dikontrol karena Skinner yakin manusia telah merusak dunia yang di tinggalkannya dengan memakai ilmu dan teknologi dalam memecahkan masalahnya.
      Skinner memahami dan mengontrol tingkah laku memakai teknik analisis fungsional tingkah laku (functional analysis of behavior): suatu analisis tingkah laku dalam bentuk hubungan sebab akibat, bagaimana suatu respon timbul mengikuti stimulus atau kondisi tertentu. Menurutnya analisis fungsional akan menyingkap bahwa penyebab terjadinya tingkah laku sebagaian besar berada di event antesedennya atau berada di lingkungan. Skinner yakin bahwa tingkah laku dapat diterangkan dan dikontrolkan semata-mata dengan memanipulasi lingkungan dimana organisme yang bertingkah laku itu berada. (Alwisol,2005:401)[3]
b.      Struktur Kepribadian Behavioristik
         Skinner adalah tokoh yang tidak tertarik dengan struktural dari kepribadian. Menurutnya, mungkin dapat diperoleh ilusi yang menjelaskan dan memprediksi tingkah laku berdasarkan faktor-faktor tetap dalam kepribadian, tetapi tingkah laku hanya dapat diubah dan dikontrol dengan mengubah lingkungan. Jadi Skinner lebih tertarik dengan aspek yang diubah-ubah dari kepribadian alih-alih aspek struktur yang tetap. (Alwisol, 2005: 402)
         Skinner memusatkan diri pada tingkah laku yang dapat diubah. Karena itu, ia kurang tertarik pada ciri-ciri tingkah laku yang tampaknya relative tetap. Prediksi dan penjelasan bisa dicapai lewat pengetahuan tentang aspek-aspek kepribadian yang bersifat tetap dan dapat diubah. Tetapi kontrol hanya bisa dicapai lewat modifikasi; kontrol mengimplikasikan bahwa lingkungan dapat diubah untuk menghasilkan pola-pola tingkah laku yang berbeda. Akan tetapi Skinner tidak pernah menyatakan bahwa semua faktor yang menentukan tingkah laku ada dalam lingkungan.
         Skinner juga mengakui bahwa sejumlah tingkah laku memiliki dasar genetik semata-mata, sehingga pengalaman tidak akan berpengaruh terhadap tingkah laku itu. Skinner melihat persamaan antara dasar hereditas atau bawaan dan dasar lingkungan dari tingkah laku, Skinner mengemukakan bahwa proses evolusi membentuk tingkah laku spesies yang bersifat bawaan sama seperti tingkah laku-tingkah laku individu yang dipelajari dibentuk oleh lingkungan. (A.Supratiknya,1993:326-327)
         Unsur kepribadian yang dipandang Skinner relative tetap adalah tingkah laku itu sendiri. Ada dua klasifikasi tipe tingkah laku: (Alwisol;2005:402)
1)      Tingkah laku responden (respondent behavior); respon yang dihasilkan organisme untuk menjawab stimulus yang secara spesifik berhubungan dengan respon itu. Respon reflex termasuk dalam komponen ini, seperti mengeluarkan air liur ketika melihat makanan, mengelak dari pukulan dengan menundukkan kepala, merasa takut waktu ditanya guru, atau merasa malu waktu dipuji.
2)      Tingkah laku operan (operant behavior); respon yang dimunculkan organisme tanpa adanya stimulus spesifik yang langsung memaksa terjadinya respon itu. Terjadinya proses pengikatan stimulus baru dengan respon baru. Organisme dihadapkan pada pilihan-pilihan respon mana yang akan dipakainya untuk menanggapi suatu stimulus. Keputusan respon mana yang dipilih tergantung kepada efeknya terhadap lingkungan (yang tertuju padanya) atau konsekuensi yang mengikuti respon tersebut.[4]
         Dalam memformulasi sistem tingakah laku, Skinner membedakan dua tipe respons tingkah laku, yakni responden dan operan. Dalam arti singkatnya, tingkah laku responden adalah suatu respons yang spesifik yang ditimbulkan oleh stimulus yang dikenal, dan stimulus itu selalu mendahui respon. Contoh tingkah laku respoden itu anatara lain menggigil karena kedinginan, stimulus udara dingin, sedangkan responnya adalah menggigil. Pada tingakah laku responden juga bisa dilihat bahwa stimulus yang sama akan menimbulkan respons yang sama pada semua organisme dari species yang sama, serta tingkah laku responden  itu biasanya menyertakan refles-refleks yang melibatkan sistem otonom.[5]
         Bagi Skinner, faktor motivasional dalam tingkah laku bukan elemen struktural. Dalam situasi yang sama tingkah laku seseorang bisa berbeda-beda kekuatan dan keringan munculnya. Dan itu bukan karena kekuatan dari dalam diri individu atau motivasi. Menurut Skinner variasi kekuatan tingkah laku tersebut disebabkan oleh pengaruh lingkungan.[6]
c.       Dinamika Kepribadian Behavioristik
1)      Kepribadian dan Belajar
   Kepedulian utama Skinner adalah mengenai perubahan tingkah laku. Jadi hakekat teori Skinner adalah teori belajar, bagaimana individu menjadi memiliki perilaku baru, menjadi lebih terampil, menjadi lebih tahu. Kehidupan terus-menerus dihadapkan dengan situasi eksternal yang baru dan organisme harus belajar merespon situasi baru itu memakai respon lama atau respon yang baru dipelajarinya.
   Skinner percaya bahwa kepribadian dapat dipahami dengan mempertimbangkan perkembangan tingkah laku dalam hubungannya yang terus-menerus dengan lingkungannya. Cara yang efektif untuk mengubah dan mengontrol perilaku adalah dengan melakukan penguatan (reinforcement).[7]
Dalam teori Skinner penguatan dianggap sangat penting untuk membentuk tingkah laku. Menurut Skinner, ada dua macam penguatan :
-      Reinforcement positif, yaitu efek yang menyebabkan tingkah laku diperkuat atau sering dilakukan.
-      Reinforcement negatif, yaitu efek yang menyebabkan tingkah laku diperlemah atau tidak diulangi lagi. [8]
   Dalam melatih suatu perilaku., Skinner mengemukakan istilah shaping, yaitu upaya secara bertahap untuk membentuk perilaku mulai dari bentuk yang paling sederhana sampai bentuk yang paling kompleks. Menurut Skinner terdapat 2 unsur dalam pengertian shaping, yaitu:
-      Adanya penguatan secara berbeda-beda (diffrential reinforcement), yaitu ada respon yang diberi penguatan dan ada yang tidak diberi penguatan.
-      Upaya mendekat terus-menerus (successive approximation) yang mengacu pada pengertian bahwa hanya respon yang sesuai dengan harapan eksperimenter yang diberi penguat.
2)      Generalisasi dan Deskriminasi Stimulus
   Generalisasi stimulus (stimulus generalization) adalah proses timbulnya respon dari stimulus yang mirip dengan stimulus yang mestinya menimbulkan respon tersebut. Sedangkan diskriminasi stimulus (stimulus discrimination) adalah kemampuan untuk membedakan stimulus, sehingga stimulus tersebut tidak direspon walaupun mirip dengan stimulus yang diberi penguat. Generalisasi dan diskriminasi sangat penting sebagai sarana belajar dalam menghadapi berbagai situasi baik situasi yang sama maupun situasi yang berbeda.[9]
3)      Tingkah Laku Kontrol Diri
   Prinsip dasar pendekatan Skinner adalah: Tingkah laku disebabkan dan dipengaruhi oleh variable eksternal. Tidak ada sesuatu dalam diri manusia, tidak ada bentuk kegiatan internal, yang mempengaruhi tingkah laku. Namun betapapun kuatnya stimulus dan penguat eksternal, manusia masih dapat mengubahnya memakai proses kontrol diri. Pengertian kontrol diri ini bukan mengontrol kekuatan dalam diri, tetapi bagaimana diri mengontrol variable-variabel luar yang menentukan tingkah laku. Tingkah laku tetap ditentukan oleh variable luar, namun dengan cara kontrol diri berikut, pengaruh variable itu dapat diperbaiki-diatur atau dikontrol.
d.      Perkembangan Kepribadian Behavioristik
         Sebagian besar teori Skinner adalah tentang perubahan tingkah laku, belajar, dan modifikasi tingkah laku, karena itu dapat dikatakan bahwa teorinya yang paling relevan dengan perkembangan kepribadian. Bersama dengan banyak teoritikus, Skinner yakin bahwa pemahaman tentang kepribadian akan tumbuh dari tinjauan tentang perkembangan tingkah laku manusia dalam interaksinya yang terus menerus dengan lingkungan. Konsep kunci dalam sistem Skinner adalah prinsip perkuatan, maka pandangan Skinner seringkali disebut teori perkuatan operan. (E.Koswara, 1991: 331)
         Konsep perkembangan kepribadian dalam pengertian menuju kemasakan, realisasi diri, transendensi dan unitas kepribadian tidak diterima Skinner. Memang ada kemasakan fisik, yang membuat orang menjadi berubah, lebih peka dalam menerima stimulus dan lebih tangkas dan tanggap dalam merespon. Urutan kemasakan fungsi fisik yang bersifat universal sesungguhnya memungkinkan penyusunan periodesasi perkembangan kepribadian, namun tidak dilakukan Skinner karena dia memandang pengaruh eksternal lebih dominan dalam membentuk tingkah laku.  Peran lingkungan yang dominan dalam perkembangan oraganisme, digambarkan secara ekstrim oleh Watson sebagai pakar behavioris. (Alwisol, 2005: 413-414)
         Keistimewaan kelompok respon ini menyebabkan Skinner memakai istilah “operan”. Operan adalah respon yang beroperasi pada lingkungan dan mengubahnya. Perubahan dalam lingkungan selanjutnya mempengaruhi terjadinya respon tersebut pada kesempatan berikutnya. Skinner menyatakan dengan penuh keyakinan bahwa kepribadian tidak lain adalah kumpulan pola tingkah laku, Skinner yakin kita dapat memprediksikan, mengontrol, dan menjelaskan perkembangan-perkembangan ini dengan melihat bagaimana prinsip perkuatan mampu menjelaskan tingkah laku individu pada saat ini sebagai akibat dari perkuatan tahap respon-responnya dimasa lalu. Jadwal perkuatan juga dapat dibentuk dengan mengabaikan faktor waktu dan banyaknya hadiah yang diperoleh itu semata-mata tergantung pada tingkah lakunya sendiri. (Ferster dan Skinner,1957; Skinner,1969).
         Skinner yakin bahwa pemerkuat-pemerkuat terkondisi atau pemerkuat-pemerkuat sekunder sangat penting untuk mengontrol tingkah laku manusia. Perkuatan terkondisi merupakan suatu konsep eksplanatorik atau penjelasan yang sangat bisa diandalkan. Jadi, pengertian tentang perkuatan terkondisi adalah penting dalam sistem Skinner, dan seperti akan kita liat bahwa Skinner menggunakannya secara efektif untuk menjelaskan dipertahankan atau terpelihara banyak respon yang terjadi sebagai bagian dari tingkah laku sosial kita.
         Pengertian tentang Generalisasi stimulus juga penting dalam sistem Skinner, sebagaimana pengertian itu penting dalam semua teori kepribadian yang berasal dari belajar. Skinner tidak merumuskan generalisasi stimulus maupun deskriminasi stimulus dalam arti proses perseptual atau proses internal lainnya. Skinner merumuskan masing-masing konsep itu sebagai hasil-hasil pengukuran respon dalam situasi eksperimental yang dikontrol secara cermat. Kebanyakan aspek kepribadian muncul dalam suatu konteks sosial, dan tingkah laku sosial merupakan ciri penting tingkah laku manusia pada umumnya. Satu-satunya ciri tingkah laku sosial adalah fakta bahwa Skinner melibatkan interaksi antara dua orang atau lebih. Selain itu, tingkah laku sosial tidak dipandang berbeda dari tingkah laku lainya, sebab Skinner yakin bahwa prinsip-prinsip yang menentukan perkembangan tingkah laku dalam suatu lingkungan yang terdiri dari benda-benda hidup. (A.Supratiknya,1993:331-345)
e.       Aplikasi Teori Kepribadian Behavioristik
         Skinner berpendapat bahwa tingkah laku abnormal berkembang dengan prinsip yang sama dengan perkembangan tingkah laku normal. Konsep implus id yang tertekan, krisis identitas, konflik ego-superego adalah penjelasan yang menghayal. Kelainan tingkah laku itu adalah kegagalan belajar memebuat seperangkat respon yang tepat. Kegagalan belajar itu dapat berupa: (Alwisol,2005:415-416)
1)      Kekurangan tingkah laku (behavior deficit); tidak memiliki respertoir respon yang dikehendaki karena miskin reinforsemen.
2)      Kesalahan penguatan (schedule reinforcement error); pilihan responnya tepat, tetapi reinforsemen diterima secara tidak benar sehingga organisme cenderung memakai respon yang tidak dikehendaki.
3)      Kesalahan memahami stimulus (failure in discriminating stimulus); sering terjadi pada penderita skizoprenik dan psikotik lainnya, yaitu orang gagal memilah tanda-tanda yang ada pada stimulus, sehingga stimulus yang benar dihubungkan dengan hukuman dan yang salah dihubungkan dengan reinforsemen. Alibatnya akan terjadi pembentukan tingkah laku yang tidak dikehendaki.
4)      Merespon secara salah (inapropiate set of response); terkait dengan ketidak mampuan mengenali penanda spesifik suatu stimulus, orang akhirnya mengembangkan respon yang salah karena justru respon itu yang mendapat reinforsemen.

2.2.3 Teori Kepribadian Behavioristik Menurut Pandangan Ivan Petrovich Pavlov

         Karya Pavlov mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi behavioristik di Amerika. Classic conditioning (pengkondisian) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing , dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan. (Alwisol, 2004: 402)
         Ivan Petrovich Pavlov mengemukakan bahwa dengan menerapkan strategi ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya. Strategi Pavlo ini individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. (Juntika Syamsu,2008:124)
a.      Struktur, Dinamika, dan Perkembangan Kepribadian Menurut Pavlov
Struktur Kepribadian menurut pandangan Pavlov terbagi atas dua bagian yaitu : (Alwisol, 2004: 402)
1)      Tingkah laku responden (Responden Behavior)
Respon yang dihasilkan organisme untuk menjawab stimulus secara spesifik berdasarkan respon yang diberikan, seperti mengeluarkan air liur ketika melihat makanan.
2)      Tingkah laku operan (operant behavior)
Respon yang dimunculkan organisme tanpa adanya stimulus spesifik yang langsung memaksa terjadinya respon itu. Organisme dihadapkan kepada pilihan-pilihan respon mana yang akan dipakai untuk menanggapi suatu stimulus.
   Dinamika dan Perkembangan kepribadian Menurut pandangan Pavlov: (Alwisol, 2004: 402) Pavlov yakin bahwa kepribadian dapat dipahami dengan mempertimbangkan tingkah laku dalam hubungan yang terus menerus dengan lingkungan nya. Cara yang efektif untuk mengubah dan mengontrol tingkah laku adalah penguatan, maksudnya dengan diberikan penguatan-penguatan yang positif, maka tingkah laku seseorang akan bisa berubah dan terkontrol dengan baik. Strategi untuk mengubah tingkah laku menurut pandangan Pavlov itu pada dasarnya ada dua yaitu : (Alwisol, 2004: 402)
1)      Conditioning Clasik, disebut juga dengan conditioning responden karena tingkah laku dipelajari dengan memanfaatkan hubungan stimulus respon yang bersifat reflek.
2)      Conditioning Operan, conditioning operan tidak tergantung kepada tingkah laku otomatis atau refleks sehingga jauh lebih fleksibel dibandingkan dengan conditioning clasik.

BAB III

PENUTUP


3.1  Simpulan

a)      Struktur Kepribadian
b)      Dinamika Kepribadian
c)      Tahap Perkembangan
2.      Teori Kepribadian Behavioristik Menurut Pandangan Skinner
a)      Asumsi Dasar Behavioristik
b)      Struktur Kepribadian Behavioristik
c)      Dinamika Kepribadian Behavioristik
d)     Perkembangan Kepribadian Behavioristik
e)      Aplikasi Teori Kepribadian Behavioristik
3.      Strategi Pavlo yakni individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon   yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Struktur Kepribadian menurut pandangan Pavlov terbagi atas dua bagian yaitu :
1.      Tingkah laku responden (Responden Behavior)
2.      Tingkah laku operan (operant behavior)

3.2  Saran 

      Pembaca yang terhormat gerak-gerik setiap manusia itu menggambarkan kepribadianya. Dalam kepribadian banyak para ahli mengemukakan pendapatnya, yang diantarnya telah kami paparkan  dalam makalah yang luar biasa ini. Kami siap menerima masukan dan saran dari pembaca, supaya menambah wawasan. Kami merasa makalah ini sudah maksimal dalam pembuatanya.

Daftar Pustaka


Alwisol. (2005). Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Malang: UMM Press
Alwisol. (2004). Psikologi Kepribadian. Malang: U MM Press
Koswara, E. (1991). Teori-Teori Kepribadian. Bandung: PT. Eresca
Suhada, Idad. (2016). Kompetensi Kepribadian Guru. Bandung.
Syamsu, Juntika. (2008). Teori Kepribadian. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Supratiknya, A. (1993). Psikologi Kepribadian 3 Teori-teori Sifat dan Behavioristik. Yogyakarta: Kanisius
Kuntjojo. (2009). Psikologi Kepribadian. Universitas Nusantara PGRI Kediri.  Diunduh dari www.academia.edu/9420432/PSIKOLOGI_KEPRIBADIAN&sa
Sa’diyah, dan Fajar Ibrahim A, dan Rido Yudha Aji. (2012). Teori Kepribadian Behavioristik, (Kudus, Universitas Muria Kudus)  https://binham.wordpress.com/2012/04/18/teori-kepribadian-behavioristik/
http://wardalisa.staff.gunadarma.ac.id/downloads/files/26398/Materi+03+-+OperanKondisioning.pdf                                                     
                                                     

[1] Idad Suhada, Pengembangan
[2] Diunduh dari psikodemia.com, pusat materi ilmu psikologi
https://psikodemia.com/tahapan-perkembangan-psikososial-eric-ericson/?pdf=73
Makalah ini di tulis oleh Halimatus Sa’diyah, dan Fajar Ibrahim A, dan Rido Yudha Aji, Teori Kepribadian Behavioristik, (Kudus, 2012 Universitas Muria Kudus FKIP BK)
[4] Diunduh dari http://wardalisa.staff.gunadarma.ac.id/downloads/files/26398/Materi+03+-+OperanKondisioning.pdf
[5] Idad Suhada, 2016. Kompetensi Kepribadian Guru. Bandung. h.90
[6] Kuntjojo, Psikologi Kepribadian, Univ. Nusantara PGRI Kediri 2009. Diunduh dari www.academia.edu/9420432/PSIKOLOGI_KEPRIBADIAN&sa
[7] Diunduh dari http://wardalisa.staff.gunadarma.ac.id/downloads/files/26398/Materi+03+-+OperanKondisioning.pdf
[8] Kuntjojo, Psikologi Kepribadian, Univ. Nusantara PGRI Kediri 2009. Diunduh dari www.academia.edu/9420432/PSIKOLOGI_KEPRIBADIAN&sa
[9] Diunduh dari http://wardalisa.staff.gunadarma.ac.id/downloads/files/26398/Materi+03+-+OperanKondisioning.pdf

No comments:

Post a Comment

MAKALAH TEORI – TEORI KEPRIBADIAN HUMANISTIK, ABRAHAM MASLOW DAN KOGNITIF GEORGE A. KELLY

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya, penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan...