Kata Pengantar
Bismillahirahmanirahim,
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT Karena atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Teori-Teori
Kepribadian Erik Erikson dan Behavoristik” ini. Shalawat dan salam semoga
selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad
Shallallahu’alaihiwassalam, yang telah menunjukan kepada kita semua jalan yang
lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi
seluruh alam semesta.
Kami sangat bersyukur karena dapat
menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah materi Pengembangan Kepribadian Guru.
Disamping itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami.
Demikian yang
dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan
dan memperbaiki pembuatan makalah pada tugas yang lain.
Bandung,
28 Oktober 2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semua
orang pasti memiliki kepribadian yang tentunya kepribadian itu berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Mengenai kepribadian dalam makalah ini membahas
teori-teori perkembangan kepribadian menurut Erik Erikson dan Behavioristik
berkaitan dengan manusia sebagai objek dari kajian kepribadian ini. Guna
mengetahui hakikat dari kepribadian itu sendiri.
Teori perkembangan
kepribadian yang dikemukakan Erikson merupakan salah satu teori yang memiliki
pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund Freud, Erikson mendapat
posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap
perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia, satu hal yang tidak
dilakukan oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam
wilayah ketidaksadaran manusia, teori Erikson yang membawa aspek kehidupan
sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis.
Teori
Behavioristik adalah sebuah aliran dalam pemahaman tingkah laku manusia yang di
kembangkan oleh John B. Waston (1878-1958), seorang ahli psikologi Amerika pada
tahun 1930. Watson dan teori behavioristik lainnya, seperti Ivan Petrovich
Pavlov dan B.F. Skinner, meyakini bahwa
tingkah laku manusia merupakan hasil dari pembawaan genetis dan pengaruh
lingkungan atau situasional. Faktor lingkungan inilah yang menjadi penentu
terpenting dari tingkah laku manusia. Berdasarkan pemahaman ini, maka
kepribadian individu menurut teori ini dapat dikembalikan kepada hubungan
antara individu dan lingkungannya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah
yang telah diutarakan di atas, maka kami dapat merumuskan masalah yang menjadi
bahasan utama dalam penyusunan makalah ini, yaitu:
1.
Bagaimna Teori
Kepribadian Menurut Erik Erikson?
2.
Bagaimna Teori
Kepribadian Behavioristik menurut Watson, Skinner, dan Pavlov?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui teori kepribadian
menurut Erik Erikson.
2.
Untuk mengetahui teori kepribadian
behavioristik menurut Watson, Skinner, dan Pavlov.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Kepribadian Erik Erikson
Erik H. Erikson
adalah salah satu tokoh psikoanalisa yang lahir di Frankurt, Jerman, 15 Juni
1902. Ayah kandung Erikson adalah
seorang pria kebangsaan denmark yang meninggalkan Erikson pada usia tiga
tahun sehingga Ibu Erikson yang bernama Karla abrhamsen menikah lagi dengan
Theodore Homberger yang menjadi ayah tiri Erikson dan nama hamberger kini
menjadi bagian dari nama Erikson. Setelah lulus SMA, Erikson menjadi seniman
namun tidak mengambil kuliah seni dan memilih berkeliling Eropa untuk menikmati
dan belajar seni.
Erikson menjadi guru pada sekolah yang
dikelola Dorothy Burlingham, teman Anna Freud yang direkomendasikan oleh Peter
blos pada usia 25 tahun. Tahun 1927-1933, Erikson belajar sebagai Child
Analyst di Vienna Psycholoanalytic Institute bersama Anna Freud dan
menikahi Joan Serson pada tahun 1930 serta memiliki tiga orang anak. Selama
tahun tersebut, Erikson mendapat sertifikan dari Motessori Education dan
Vienna Psychoanalityc Society. Tahun 1922 ketika Nazi berkuasa, Erikson pindah
ke Copenhagen, lalu pindah ke Denmaark dan ke Boston, Amerika.
Erikson mengajar di Harvard Medical School
dan membuka praktik psikoanalisis anak-anak. Di sinilah Erikson bertemu Henry
Murray dan Kurt Lewin serta tokoh-tokoh besar lainnya. Selanjutnya, Erikson
mengajar di University of California di Berkeley dan melakukan penelitian
tentang kehidupan modern dalam suku Lakota dan Yurok. Tahun 1939, Erikson
mengubah namanya dari Erik Homberger menjadi Erik H. Erikson. Pada tahun 1950,
Erikson membuat Childhood and Society, analis Maxim Gorky dan Adolph
Hitler, diskusi “Kepribadian Amerika”, beberapa ringkasa teori Freudian, dan
Ghandi’s Truth yang memenangkn Award dan National Book Award.
Beberapa tahun kemudian, Erikson
meninggalkan Berkeley kemudian bekerja dan mengajar di sebuah klinik di
Massachussets selama 10 tahun, dan 10 tahun kemudian kembali ke Harvard. Tahun
1970, Erikson menulis dan melakukan penelitia bersama istrinya dan akhirnya
meninggal pada tahun 1994.[1]
1. Struktur Kepribadian
Erikson
(Alwisol, 2009: 85-88) menyatakan bahwa struktur kepribadian manusia dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu:
a.
Ego Kreatif
Ego kreatif
adalah ego yang dapat menemukan pemecahan kreativitas atas masalah baru pada
setiap tahap kehidupan. Apabila menemukan hambatan atau konflik pada suatu
fase, ego tidak menyerah tetapi breaksi dengan menggunakan kombinasi antara
kesiapan batin dan kesemptan yang disediakan lingkungan. Ego yang sempurna
memiliki 3 dimensi, yaitu:
1)
Faktualisasi adalah
kumpulan sumber data dan fkta serta metode yang dapat dicocokkan atau
diverifikasi dengan metode yang sedang digunakan pada suatu peristiwa. Dalam
hal ini, ego berisikan kumpulan hasil interaksi individu dengan lingkungannya
yang dikemas dalam bentuk data dan fakta.
2)
Universalitas adalah
dimensi yang mirip dengan prinsip realita yang dikemukakan oleh Freud. Dimensi
ini berkaitan dengan sens of reality yang menggabungkan pandangan
semesta/alam dengan sesuatu yang dianggap konkrit dan praktis.
3)
Aktualisasi adalah
metode baru yang digunakan oleh individu untuk berhubungan dengan orang lain
demi mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini, ego merupakan realitas masa kini
yang berusaha mengembangkan cara baru untuk dapat memecahkan masalah yang
dihadapi, menjadi lebih efektif, progresif, dan prospektif.
Erikson berpendapat bahwa sebagian ego
yang ada pada individu bersifat tak sadar, mengorganisir pengalaman yang
terjadi pada masa lalu dan pengalaman yang akan terjadi pada masa mendatang.
Dalam hal ini, Erikson menemukan tiga aspek yang saling berhubungan, yaitu body
ego, ego ideal, dan ego identity, yang umumnya akan mengalami perkembangan
pesat pada masa dewasa meskipun ketiga aspek terjadi pada setiap fase
kehidupan.
1)
Body ego merupakan suatu pengalaman individu terkait dengan tubuh
atau fisiknya sendiri. Individu cenderung akan melihat fisiknya berbeda dengan
fisik tubuh orang lain.
2)
Ego ideal merupakan suatu gambaran terkait dengan konsep diri yang
sempurna. Individu cenderung akan berimajiasi untuk memiliki konsep ego yang
lebih ideal dibanding dengan orang lain.
3)
Ego identity merupakan gambaran yang dimiliki individu terkait dengan
diri yang melakukan peran sosial pada lingkungan tertentu.
b.
Ego Otonomi Fungsional
Ego otonomi fungsional adalah ego yang
berfokus pada penyesuaian terhadap realita. Contohnya yaitu hubungan ibu dan
anak. Meskipun Erikson sepemdapat dengan Freud mengenai hubungan ibu dan anak
mampu mempengaruhi serta menjai hal terpenting dari perkembangan kepribadian
anak, tetapi Erikson tidak membatasi teori-teori hubungan id-ego dalam bentuk
usaha memuaskan kebutuhan id oleh ego. Erikson menganggap bahwa proses
pemberian makanan pada bayi merupakan model interaksi sosial antara bayi dengan
lingkungan sosialnya.
Lapar adalah manifestasi biologis, dan
konsekuensinya akan menimbulkan kesan terhadap dunia luar bayi ketika mendapat
pemuasan id yang dilakukan oleh ibu. Bayi belajar untuk mengantisipasi
interaksi dalam bentuk basic trust pada saat diberi makan oleh ibunya. Basic
trust dimaksud yaitu suatu kepercayan dasar anak yang memandang kontak dengan
manusia dan dunia luar adalah hal yang sangat menyenangkn karena pada masa lalu
(bayi) hubungan tersebut menimbulkan rasa dan menyenangkan terhadap dirinya.
c.
Pengaruh Masyarakat
Pengaruh masyarakat adalah pembentuk
bagian terbesar ego, meskipun kapasitas yang dibawa sejak lahir oleh individu
juga penting dalam perkembangan kepribadian. Erikson mengemukakan faktor yang
memengaruhi kepribadian yang berbeda dengan Freud. Meskipun Freud menyatakan
bahwa kepribadian dipengaruhi oleh biologikal. Erikson memandang kepribadian
dipengaruhi oleh faktor sosial dan histrikal. Erikson menyatkan bahwa potensi
yang dimiliki individu adalah ego yang muncul bersama kelahiran dan harus
ditegakkan dalam lingkungan budaya. Anak yang diasuh dalam budaya masyarakat
berbeda, cenderung akan membentuk kepribdaian yang sesuai dengan nilai-nilai
dan kebutuhan budaya sendiri.
2. Dinamika Kepribadian
Feist dan feist menyatakan bahwa
perwujudan dinamikan kepribadian adalah hasil interaksi antara kebutuhan
biologis yang mendasar dan pengungkapannya melalui tindakan-tindakan sosial.
Hal ini berarti bahwa perkembangan kehidupan individu dari baya hingga dewasa
umumnya dipengaruhi oleh hasil interaksi sosial dengan individu lainnya
sehingga membuat individu menjadi matang baik secara fidik maupun secara
psikologis. Erikson menyatakan bahwa ego adalah sumber kesadaran diri individu.
Ego mengembangkan perasaan yang berkelanjutan diri antara masa lalu dengan yang
akan datang selama proses penyesuaian diri dengan realita.
Friedman dan Schustack mengemukakan
bahwa ego berkembang mengetahui tahap egigenik, artinya tiap bagian dari ego
berkembang pada tahap perkembangan tertentu dalam rentang waktu tertentu.
Menurutnya, semua yang berkembangan mempunyai rencana dasar dan dari
perencanaan ini muncul bagian-bagian, masing-masing bagian mempunyai waktu
khusus untuk menjadi pusat perkembangan, sampai semua bagian muncul membentuk
keseluruhan fungsi.
3. Tahap Perkembangan
Teori psikososial dari Erik Erikson meilputi delapan tahap
yang saling berurutan sepanjang hidup. Hasil dari tiap tahap bergantung pada
hasil tahapan sebelumnya dan resolusi yang sukses dari tiap krisis ego adalah
pentingnya bagi individu untuk dapat tumbuh secara optimal. Ego harus
mengembangkan kasanggupan yang berbeda untuk mengatasi tiap tuntutan
penyesuaian diri masyarakat (Berk, 2003).
Berikut
adalah delapan tahapan perkembangan psikososial menurut Erik Erikson:
a. Tahap I : Trust versus Mistrust (0-1 tahun)
Kepercayaan
dasar terbentuk pada masa bayi terhadap ibu (pengasuh) yang ditunjukkan dengan
kenyamanan selama dalam pengasuhan, baik ketika tidur, makan, maupun bermain.
Kebiasaan itu berlangsung terus dalam kehidupan bayi dan merupakan dasar paling
awal bagi berkembangnya suatu perasaan identitas psikososial. Bayi belajar untuk
percaya pada orang dewasa di sekitarnya dan menjadi dasar baginya untuk
mempercayai dirinya sendiri. Kegagalan mengembangkan rasa percaya
menyababkan bayi mengembangkan kecurigaan dasar. Ia akan merasa takut tidak
akan ada kenyamanan dari lingkungannya,
b.
Tahap II: Autonomy
versus Shame and Doubt (l-3 tahun)
Anak cenderung aktif dalam segala hal.
Anak harus didorong untuk mengalami situasisituasi yang menuntut kemandirian
dalam melakukan pilihan.Rasa mampu mengendalikan diri membuat anak memiliki
kemauan yang baik dan bangga yang bersifat menetap. Sebaliknya, pembatasan
ruang gerak pada anak dapat menyebabkan anak akan mudah menyerah dan kehilangan
kontrol diri sehingga menyebabkan perasaan malu dan ragu-ragu dalam bertindak
yang juga bersifat menetap.
c.
Tahap III : Initiative
versus Guilt (3-6 tahun)
Tahap inisiatif yaitu suatu masa untuk
memperluas penguasaan dan tanggung jawab dengan berinteraksi dengan lingkungan.
Selama tahap ini anak menampilkan diri lebih maju dan lebih seimbang secara
fisik maupun kejiwaan yang memunculkan rasa ingin tahu terhadap segala hal yang
dilihatnya. Akan tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan pola asuh yang
salah, mereka cenderung merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri.
Keterasingan batin timbul karena suatu perasaan bersalah dan sifat ini menetap
hingga dewasa.
d.
Tahap IV: Industry
versus Inferiority (6-12 tahun)
Pada Tahapan Perkembangan Psikososial
Eric Erikson ini, individu diharapkan mulai menempuh pendidikan formal. Orang
tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima
kehadirannya. Bahaya dari tahap ini ialah anak bisa mengembangkan perasaan
rendah diri apabila ia tidak berhasil menguasai tugas-tugas yang dipilihnya
atau yang diberikan oleh guru dan orangtua. Anak dapat mengembangkan sikap
rajin, jika anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu
(infieoritas), anak dapat mengembangkan sikap rendah diri.
e.
Tahap V : Identity
versus Role Confusion (12-18 tahun)
Individu mulai mencari siapa dirinya,
namun sudah siap untuk memasuki suatu peranan yang berarti di tengah
masyarakat. Pada tahap ini ego memiliki kapasitas untuk memilih dan
mengintegrasikan bakat-bakat dan ketrampilan dalam melakukan identifikasi
dengan orang yang sependapat dalam lingkungan sosial, serta menjaga
pertahanannya terhadap berbagai ancaman dan kecemasan. Apabila terjadi krisis
identitas, membentuk bentuk suatu identitas yang stabil atau sebaliknya akan
kekacauan peranan. Apabila seorang remaja dalam mencari jati dirinya bergaul
dengan lingkungan yang baik maka akan tercipta identitas yang baik pula. Namun
sebaliknya, jika remaja bergaul dalam lingkungan yang kurang baik maka akan
timbul kekacauan identitas pada diri remaja tersebut.
f.
Tahap VI : Intimacy
versus Isolation (masa dewasa muda)
Dalam Tahapan Perkembangan Psikososial
Eric Erikson ini, individul memiliki keinginan dan kesiapan untuk menyatukan
identitasnya dengan orang lain, dan diistilahkan dengan kata cinta. Agar
memiliki arti sosial yang bersifat menetap maka genitalitas membutuhkan
seseorang untuk dicintai dan diajak mengadakan hubungan seksual. Apabila hal
tersebut tidak dapat dilakukan maka ada kecenderungan mengalami masalah
intimasi yaitu isolasi.
g.
Tahap VII : Generativity
versus Stagnation (masa dewasa menengah)
Tugas yang harus dicapai dalam tahapan ini adalah dapat mengabdikan diri
guna mencapai keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generatifitas)
dengan tidak melakukan apa-apa (stagnasi). Individu menaruh perhatian perhatian
terhadap apa yang dihasilkan, keturunan, produk, ide serta pembentukan dan
penetapan garis-garis pedoman untuk generasi mendatang. Apabila generativitas
lemah atau tidak diungkapkan maka kepribadian akan mundur dan mengalami
stagnasi.
h.
Tahap VIII : Ego
Integrity versus Despair (masa dewasa akhir)
Tahap ini merupakan tahap terakhir,
dimana individu berhasil menyesuaikan diri dengan keberhasilan dan kegagalan
dalam hidup. Apabila individu mengalami kegagalan dalam menyesuaikan diri, maka
yang terbentuk adalah keputusasaan. Keputusasaan dalam menghadapi perubahan
siklus kehidupan. Dalam tahapan ini berkembang pula kebijaksanaan, yaitu nilai
yang berkembang dari hasil pertemuan antara integritas dan keputusasaan.[2]
2.2 Teori Behavioristik
2.2.1 Pengertian Teori Kepribadian Manurut Behavioristik
Behaviorisme adalah sebuah aliran
dalam psikologi yang diperkenalkan oleh John B. Watson (1878-1958), seorang
ahli psikologi berkebangsaan Amerika. Di Amerika Serikat, Watson dikenal
sebagai bapak behaviorisme karena prinsip-prinsip pembelajaran barunya berdasarkan
teori Stimulus-Respons Bond.
Menurut behaviorisme yang dianut
oleh Watson, tujuan utama psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian
terhadap perilaku dan sedikitpun tidak ada kaitannya dengan kesadaran. Menurut
teori ini yang dapat dikaji oleh psikologi adalah benda-benda atau hal-hal yang
dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus), dan gerak
balas (respons), sedangkan hal-hal yang terjadi pada otak tidak
berkaitan dengan kajian. Maka dalam proses pembelajaran menurut Watson, tidak
ada perbedaan antar manusia dan hewan.
Dalam pembelajaran yang didasarkan
pada hubungan stimulus-respons ini, Watson mengemukakan dua prinsip
penting yaitu recency principle (prinsip kebaruan), dan frequency
principle (prinsip frekuensi). Menurut recency principle jika suatu stimulus
baru saja menimbulkan respons, maka kemungkinan stimulus itu
untuk menimbulkan respons yang sama apabila diberikan umpan lagi akan
lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan umpan setelah lama
berselang. Menurut frequency principle apabila suatu stimulus dibuat
sering menimbulkan respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih
besar.
Teori behaviorisme hanya
menganalisis perilaku yang tampak pada diri seseorang yang dapat diukur,
dilukiskan, dan diramalkan. Behaviorisme memandang pula bahwa ketika
dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak membawa bakat apa-apa. Manusia akan
berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan
sekitar. Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia yang buruk, lingkungan
yang baik akan menghasilkan manusia yang baik. Kaum behavioris memusatkan
dirinya pada pendekatan ilmiah yang benar-benar objektif. Kaum behavioris
mencoret dari kamus ilmiah mereka, tentang semua peristilahan yang bersifat
subjektif, seperti sensasi, persepsi, hasrat, tujuan, bahkan termasuk berpikir
dan emosi secara subjektif.
Pada dasarnya, Watson menolak
pikiran dan kesadaran sebagai subjek dalam psikologi dan mempertahankan
perilaku (behavior) sebagai subjek psikologi. Terdapat tiga prinsip
aliran behavioristik: Pertama, Menekankan respon terkondisi sebagai
elemen atau pembangun pelaku. Kondisi adalah lingkungan external yang
hadir di kehidupan. Perilaku muncul sebagai respon dari kondisi yang mengelilingi
manusia dan hewan. Kedua, Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi
dari pengaruh lingkungan maka sesungguhnya perilaku terbentuk karena
dipelajari. Lingkungan terdiri dari pengalaman baik masa lalu dan yang baru
saja, materi fisik dan sosial. Lingkungan yang akan memberikan contoh dan
individu akan belajar dari semua itu. Ketiga, Memusatkan pada perilaku
hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia.
Syarat
terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-R ini adalah adanya unsur:
dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons, dan penguatan
(reinforcement). Unsur yang pertama adalah dorongan, suatu keinginan dalam diri
seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya. Unsur yang kedua
adalah rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar diri individu, dan
tentu saja berbeda dengan dorongan tadi yang datangnya dari dalam. Unsur yang
ketiga adalah Respons, respons itu ada yang positif, dan ada pula yang negatif.
Yang positif disebabkan oleh adanya ketepatan seseorang melakukan respons
terhadap stimulus yang ada, dan tentunya yang sesuai dengan yang diharapkan.
Sedangkan yang negatif adalah apabila seseorang memberi reaksi justru
sebaliknya dari yang diharapkan oleh pemberi rangsangan. Unsur yang keempat
adalah penguatan (reinforcement). Unsur ini datangnya dari pihak luar,
ditujukan kepada orang yang sedang merespons. Apabila respons telah benar, maka
diberi penguatan agar individu tersebut merasa adanya kebutuhan untuk melakukan
respons seperti tadi lagi.
Ada
tiga kelompok model belajar yang sesuai dengan teori belajar behaviorisme ini,
yaitu yang menurut namanya disebut sebagai hubungan stimulus-respons (S-R
bond), pembiasaan tanpa penguatan (conditioning with no reinforcement), dan pembiasaan dengan
penguatan (conditioning through reinforcemant). Sesuai dengan pandangan
bahwa tingkah laku merupakan hasil belajar, maka perkembangan tingkah laku
manusia terkait erat dengan prinsip-prinsip belajar, yaitu bahwa tingkah laku
manusia dapat dilihat dari dua sisi: kondisi tingkah laku yang mendahului , dan
tingkah laku yang menyertai atau akibat yang menyertai tingkah laku.
2.2.2 Teori Kepribadian Behavioristik Menurut Pandangan Skinner
a.
Asumsi Dasar Behavioristik
Skinner
bekerja dengan tiga asumsi dasar, dimana asumsi pertama dan kedua pada dasarnya
menjadi psikologi pada umumnya, bahkan menjadi asumsi semua pendekatan ilmiah:
1) Tingkah
laku itu mengikuti hukum tertentu (Behavior is lawful)
Ilmu
adalah usaha untuk menemukan keteraturan, menunjukkan bahwa peristiwa tertentu
berhubungan secara teratur dengan peristiwa lain. (Alwisol, 2005: 400)
Tingkah laku merupakan hasil pengaruh timbal
balik dari variable-variabel tertentu yang dapat diidentifikasikan, yang
sepenuhnya menentukan tingkah laku. Tingkah laku individu seluruhnya merupakan
hasil dari dunia objektif. (A.Supratiknya, 1993: 317-318)
Asumsi bahwa seluruh tingkah laku berjalan
menurut hukum jelas mengandung implikasi tentang kemungkinan mengontrol tingkah
laku. Skinner tidak banyak tertarik pada aspek-aspek tingkah laku yang sangat
sukar berubah, misalnya aspek-aspek tingkah laku yang terutama dikuasai oleh
warisan hereditas. (A.Supratiknya,1993:320)
2)
Tingkah laku dapat diramalkan (Behavior can
be predicted)
Ilmu bukan hanya menjelaskan tetapi juga
meramalkan. Bukan hanya mengenai peristiwa masa lalu tetapi juga masa yang akan
datang. Teori yang berdaya guna adalah yang memungkinkan dapat dilakukannya
prediksi mengenai tingkah laku yang akan datang dan menguji prediksi itu.
(Alwisol,2005: 400)
3)
Tingkah laku dapat dikontrol (Behavior can be
controlled)
Ilmu dapat melakukan antisipasi dan
menentukan/membentuk tingkah laku seseorang. Skinner bukan hanya ingin tau
bagaimana terjadinya tingkah laku, tetapi Skinner sangat berkeinginan
memanipulasinya.. (Alwisol,2005:400-401)
Skinner
menganggap kemampuan memanipulasi kehidupan dan tingkah laku
manusia-keberhasilan mengontrol kejadian atau tingkah laku manusia merupakan
bukti kebenaran suatu teori. Lebih penting lagi tingkah laku manusia harus
dikontrol karena Skinner yakin manusia telah merusak dunia yang di
tinggalkannya dengan memakai ilmu dan teknologi dalam memecahkan masalahnya.
Skinner
memahami dan mengontrol tingkah laku memakai teknik analisis fungsional tingkah
laku (functional analysis of behavior): suatu analisis tingkah laku
dalam bentuk hubungan sebab akibat, bagaimana suatu respon timbul mengikuti
stimulus atau kondisi tertentu. Menurutnya analisis fungsional akan menyingkap bahwa
penyebab terjadinya tingkah laku sebagaian besar berada di event antesedennya
atau berada di lingkungan. Skinner yakin bahwa tingkah laku dapat diterangkan
dan dikontrolkan semata-mata dengan memanipulasi lingkungan dimana organisme
yang bertingkah laku itu berada. (Alwisol,2005:401)[3]
b.
Struktur Kepribadian Behavioristik
Skinner
adalah tokoh yang tidak tertarik dengan struktural dari kepribadian.
Menurutnya, mungkin dapat diperoleh ilusi yang menjelaskan dan memprediksi
tingkah laku berdasarkan faktor-faktor tetap dalam kepribadian, tetapi tingkah
laku hanya dapat diubah dan dikontrol dengan mengubah lingkungan. Jadi Skinner
lebih tertarik dengan aspek yang diubah-ubah dari kepribadian alih-alih aspek
struktur yang tetap. (Alwisol, 2005: 402)
Skinner
memusatkan diri pada tingkah laku yang dapat diubah. Karena itu, ia kurang
tertarik pada ciri-ciri tingkah laku yang tampaknya relative tetap. Prediksi
dan penjelasan bisa dicapai lewat pengetahuan tentang aspek-aspek kepribadian
yang bersifat tetap dan dapat diubah. Tetapi kontrol hanya bisa dicapai lewat
modifikasi; kontrol mengimplikasikan bahwa lingkungan dapat diubah untuk
menghasilkan pola-pola tingkah laku yang berbeda. Akan tetapi Skinner tidak
pernah menyatakan bahwa semua faktor yang menentukan tingkah laku ada dalam
lingkungan.
Skinner
juga mengakui bahwa sejumlah tingkah laku memiliki dasar genetik semata-mata,
sehingga pengalaman tidak akan berpengaruh terhadap tingkah laku itu. Skinner
melihat persamaan antara dasar hereditas atau bawaan dan dasar lingkungan dari
tingkah laku, Skinner mengemukakan bahwa proses evolusi membentuk tingkah laku
spesies yang bersifat bawaan sama seperti tingkah laku-tingkah laku individu
yang dipelajari dibentuk oleh lingkungan. (A.Supratiknya,1993:326-327)
Unsur
kepribadian yang dipandang Skinner relative tetap adalah tingkah laku itu
sendiri. Ada dua klasifikasi tipe tingkah laku: (Alwisol;2005:402)
1) Tingkah
laku responden (respondent behavior); respon yang dihasilkan organisme
untuk menjawab stimulus yang secara spesifik berhubungan dengan respon itu.
Respon reflex termasuk dalam komponen ini, seperti mengeluarkan air liur ketika
melihat makanan, mengelak dari pukulan dengan menundukkan kepala, merasa takut
waktu ditanya guru, atau merasa malu waktu dipuji.
2) Tingkah
laku operan (operant behavior); respon yang dimunculkan organisme tanpa
adanya stimulus spesifik yang langsung memaksa terjadinya respon itu.
Terjadinya proses pengikatan stimulus baru dengan respon baru. Organisme dihadapkan pada pilihan-pilihan respon mana yang
akan dipakainya untuk menanggapi suatu stimulus. Keputusan respon mana yang
dipilih tergantung kepada efeknya terhadap lingkungan (yang tertuju padanya)
atau konsekuensi yang mengikuti
respon tersebut.[4]
Dalam
memformulasi sistem tingakah laku, Skinner membedakan dua tipe respons tingkah
laku, yakni responden dan operan. Dalam arti singkatnya, tingkah laku responden
adalah suatu respons yang spesifik yang ditimbulkan oleh stimulus yang dikenal,
dan stimulus itu selalu mendahui respon. Contoh tingkah laku respoden itu
anatara lain menggigil karena kedinginan, stimulus udara dingin, sedangkan
responnya adalah menggigil. Pada tingakah laku responden juga bisa dilihat
bahwa stimulus yang sama akan menimbulkan respons yang sama pada semua
organisme dari species yang sama, serta tingkah laku responden itu
biasanya menyertakan refles-refleks yang melibatkan sistem otonom.[5]
Bagi Skinner, faktor motivasional dalam tingkah laku bukan
elemen struktural. Dalam situasi yang
sama tingkah laku seseorang bisa berbeda-beda
kekuatan dan keringan munculnya. Dan itu bukan karena kekuatan
dari dalam diri individu atau motivasi. Menurut Skinner variasi kekuatan tingkah laku tersebut disebabkan oleh pengaruh
lingkungan.[6]
c.
Dinamika Kepribadian Behavioristik
1)
Kepribadian dan Belajar
Kepedulian utama Skinner adalah mengenai
perubahan tingkah laku. Jadi hakekat teori Skinner adalah teori belajar,
bagaimana individu menjadi memiliki perilaku baru, menjadi lebih terampil,
menjadi lebih tahu. Kehidupan terus-menerus dihadapkan dengan situasi eksternal
yang baru dan organisme harus belajar merespon situasi baru itu memakai respon
lama atau respon yang baru dipelajarinya.
Skinner percaya bahwa kepribadian dapat
dipahami dengan mempertimbangkan perkembangan tingkah laku dalam hubungannya
yang terus-menerus dengan lingkungannya. Cara yang efektif untuk mengubah dan
mengontrol perilaku adalah dengan melakukan penguatan (reinforcement).[7]
Dalam teori
Skinner penguatan dianggap sangat penting untuk membentuk tingkah laku. Menurut
Skinner, ada dua macam penguatan :
-
Reinforcement positif,
yaitu efek yang menyebabkan tingkah laku diperkuat atau sering dilakukan.
-
Reinforcement negatif,
yaitu efek yang menyebabkan tingkah laku diperlemah atau tidak diulangi lagi. [8]
Dalam melatih suatu perilaku., Skinner
mengemukakan istilah shaping, yaitu upaya secara bertahap untuk membentuk
perilaku mulai dari bentuk yang paling sederhana sampai bentuk yang paling
kompleks. Menurut Skinner terdapat 2 unsur dalam pengertian shaping, yaitu:
-
Adanya penguatan
secara berbeda-beda (diffrential reinforcement), yaitu ada respon
yang diberi penguatan dan ada yang tidak diberi penguatan.
-
Upaya mendekat
terus-menerus (successive approximation) yang mengacu pada pengertian
bahwa hanya respon yang sesuai dengan harapan eksperimenter yang diberi
penguat.
2)
Generalisasi dan Deskriminasi Stimulus
Generalisasi stimulus (stimulus
generalization) adalah proses timbulnya respon dari stimulus yang mirip
dengan stimulus yang mestinya menimbulkan respon tersebut. Sedangkan
diskriminasi stimulus (stimulus discrimination) adalah kemampuan untuk
membedakan stimulus, sehingga stimulus tersebut tidak direspon walaupun mirip
dengan stimulus yang diberi penguat. Generalisasi dan diskriminasi sangat
penting sebagai sarana belajar dalam menghadapi berbagai situasi baik situasi
yang sama maupun situasi yang berbeda.[9]
3)
Tingkah Laku Kontrol Diri
Prinsip
dasar pendekatan Skinner adalah: Tingkah laku disebabkan dan dipengaruhi oleh
variable eksternal. Tidak ada sesuatu dalam diri manusia, tidak ada bentuk kegiatan
internal, yang mempengaruhi tingkah laku. Namun betapapun kuatnya stimulus dan
penguat eksternal, manusia masih dapat mengubahnya memakai proses kontrol diri.
Pengertian kontrol diri ini bukan mengontrol kekuatan dalam diri, tetapi
bagaimana diri mengontrol variable-variabel luar yang menentukan tingkah laku.
Tingkah laku tetap ditentukan oleh variable luar, namun dengan cara kontrol
diri berikut, pengaruh variable itu dapat diperbaiki-diatur atau dikontrol.
d.
Perkembangan Kepribadian Behavioristik
Sebagian
besar teori Skinner adalah tentang perubahan tingkah laku, belajar, dan
modifikasi tingkah laku, karena itu dapat dikatakan bahwa teorinya yang paling
relevan dengan perkembangan kepribadian. Bersama dengan banyak teoritikus,
Skinner yakin bahwa pemahaman tentang kepribadian akan tumbuh dari tinjauan
tentang perkembangan tingkah laku manusia dalam interaksinya yang terus menerus
dengan lingkungan. Konsep kunci dalam sistem Skinner adalah prinsip perkuatan,
maka pandangan Skinner seringkali disebut teori perkuatan operan. (E.Koswara, 1991:
331)
Konsep
perkembangan kepribadian dalam pengertian menuju kemasakan, realisasi diri,
transendensi dan unitas kepribadian tidak diterima Skinner. Memang ada
kemasakan fisik, yang membuat orang menjadi berubah, lebih peka dalam menerima
stimulus dan lebih tangkas dan tanggap dalam merespon. Urutan kemasakan fungsi
fisik yang bersifat universal sesungguhnya memungkinkan penyusunan periodesasi
perkembangan kepribadian, namun tidak dilakukan Skinner karena dia memandang
pengaruh eksternal lebih dominan dalam membentuk tingkah laku. Peran
lingkungan yang dominan dalam perkembangan oraganisme, digambarkan secara
ekstrim oleh Watson sebagai pakar behavioris. (Alwisol, 2005: 413-414)
Keistimewaan
kelompok respon ini menyebabkan Skinner memakai istilah “operan”. Operan
adalah respon yang beroperasi pada lingkungan dan mengubahnya. Perubahan dalam
lingkungan selanjutnya mempengaruhi terjadinya respon tersebut pada kesempatan
berikutnya. Skinner menyatakan dengan penuh keyakinan bahwa kepribadian tidak
lain adalah kumpulan pola tingkah laku, Skinner yakin kita dapat
memprediksikan, mengontrol, dan menjelaskan perkembangan-perkembangan ini
dengan melihat bagaimana prinsip perkuatan mampu menjelaskan tingkah laku
individu pada saat ini sebagai akibat dari perkuatan tahap respon-responnya
dimasa lalu. Jadwal perkuatan juga dapat dibentuk dengan mengabaikan faktor
waktu dan banyaknya hadiah yang diperoleh itu semata-mata tergantung pada
tingkah lakunya sendiri. (Ferster dan Skinner,1957; Skinner,1969).
Skinner
yakin bahwa pemerkuat-pemerkuat terkondisi atau pemerkuat-pemerkuat sekunder
sangat penting untuk mengontrol tingkah laku manusia. Perkuatan terkondisi
merupakan suatu konsep eksplanatorik atau penjelasan yang sangat bisa diandalkan.
Jadi, pengertian tentang perkuatan terkondisi adalah penting dalam sistem
Skinner, dan seperti akan kita liat bahwa Skinner menggunakannya secara efektif
untuk menjelaskan dipertahankan atau terpelihara banyak respon yang terjadi
sebagai bagian dari tingkah laku sosial kita.
Pengertian
tentang Generalisasi stimulus juga penting dalam sistem Skinner, sebagaimana
pengertian itu penting dalam semua teori kepribadian yang berasal dari belajar.
Skinner tidak merumuskan generalisasi stimulus maupun deskriminasi stimulus
dalam arti proses perseptual atau proses internal lainnya. Skinner merumuskan
masing-masing konsep itu sebagai hasil-hasil pengukuran respon dalam situasi
eksperimental yang dikontrol secara cermat. Kebanyakan aspek kepribadian muncul
dalam suatu konteks sosial, dan tingkah laku sosial merupakan ciri penting
tingkah laku manusia pada umumnya. Satu-satunya ciri tingkah laku sosial adalah
fakta bahwa Skinner melibatkan interaksi antara dua orang atau lebih. Selain
itu, tingkah laku sosial tidak dipandang berbeda dari tingkah laku lainya,
sebab Skinner yakin bahwa prinsip-prinsip yang menentukan perkembangan tingkah
laku dalam suatu lingkungan yang terdiri dari benda-benda hidup.
(A.Supratiknya,1993:331-345)
e.
Aplikasi Teori Kepribadian Behavioristik
Skinner
berpendapat bahwa tingkah laku abnormal berkembang dengan prinsip yang sama
dengan perkembangan tingkah laku normal. Konsep implus id yang tertekan, krisis
identitas, konflik ego-superego adalah penjelasan yang menghayal. Kelainan
tingkah laku itu adalah kegagalan belajar memebuat seperangkat respon yang
tepat. Kegagalan belajar itu dapat berupa: (Alwisol,2005:415-416)
1) Kekurangan
tingkah laku (behavior deficit); tidak memiliki respertoir respon yang
dikehendaki karena miskin reinforsemen.
2) Kesalahan
penguatan (schedule reinforcement error); pilihan responnya tepat,
tetapi reinforsemen diterima secara tidak benar sehingga organisme cenderung
memakai respon yang tidak dikehendaki.
3) Kesalahan
memahami stimulus (failure in discriminating stimulus); sering terjadi
pada penderita skizoprenik dan psikotik lainnya, yaitu orang gagal memilah
tanda-tanda yang ada pada stimulus, sehingga stimulus yang benar dihubungkan
dengan hukuman dan yang salah dihubungkan dengan reinforsemen. Alibatnya akan
terjadi pembentukan tingkah laku yang tidak dikehendaki.
4) Merespon
secara salah (inapropiate set of response); terkait dengan ketidak mampuan
mengenali penanda spesifik suatu stimulus, orang akhirnya mengembangkan respon
yang salah karena justru respon itu yang mendapat reinforsemen.
2.2.3 Teori Kepribadian Behavioristik Menurut Pandangan Ivan Petrovich Pavlov
Karya
Pavlov mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi behavioristik di
Amerika. Classic conditioning (pengkondisian) adalah proses
yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing , dimana perangsang
asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang
sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Belajar menurut teori ini adalah
suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang
menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah
adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah
terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan. (Alwisol,
2004: 402)
Ivan
Petrovich Pavlov mengemukakan bahwa dengan menerapkan strategi ternyata
individu dapat dikendalikan melalui cara stimulus alami dengan stimulus yang
tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu
tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar
dirinya. Strategi Pavlo ini individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti
stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon
yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari
luar. (Juntika Syamsu,2008:124)
a.
Struktur, Dinamika, dan Perkembangan Kepribadian
Menurut Pavlov
Struktur Kepribadian menurut pandangan Pavlov
terbagi atas dua bagian yaitu : (Alwisol, 2004: 402)
1)
Tingkah laku responden (Responden Behavior)
Respon yang dihasilkan organisme untuk menjawab
stimulus secara spesifik berdasarkan respon yang diberikan, seperti
mengeluarkan air liur ketika melihat makanan.
2)
Tingkah laku operan (operant behavior)
Respon yang dimunculkan organisme tanpa adanya
stimulus spesifik yang langsung memaksa terjadinya respon itu. Organisme
dihadapkan kepada pilihan-pilihan respon mana yang akan dipakai untuk
menanggapi suatu stimulus.
Dinamika
dan Perkembangan kepribadian Menurut pandangan Pavlov: (Alwisol, 2004: 402) Pavlov
yakin bahwa kepribadian dapat dipahami dengan mempertimbangkan tingkah laku
dalam hubungan yang terus menerus dengan lingkungan nya. Cara yang efektif
untuk mengubah dan mengontrol tingkah laku adalah penguatan, maksudnya dengan
diberikan penguatan-penguatan yang positif, maka tingkah laku seseorang akan
bisa berubah dan terkontrol dengan baik. Strategi untuk mengubah tingkah laku
menurut pandangan Pavlov itu pada dasarnya ada dua yaitu : (Alwisol, 2004: 402)
1) Conditioning
Clasik, disebut juga dengan conditioning responden karena tingkah laku
dipelajari dengan memanfaatkan hubungan stimulus respon yang bersifat reflek.
2) Conditioning
Operan, conditioning operan tidak tergantung kepada tingkah laku otomatis atau
refleks sehingga jauh lebih fleksibel dibandingkan dengan conditioning clasik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
a)
Struktur Kepribadian
b)
Dinamika Kepribadian
c)
Tahap Perkembangan
2.
Teori Kepribadian Behavioristik Menurut Pandangan Skinner
a)
Asumsi Dasar Behavioristik
b)
Struktur Kepribadian
Behavioristik
c)
Dinamika Kepribadian
Behavioristik
d)
Perkembangan
Kepribadian Behavioristik
e) Aplikasi Teori Kepribadian Behavioristik
3. Strategi
Pavlo yakni individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti
stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar
dikendalikan oleh stimulus dari luar. Struktur Kepribadian
menurut pandangan Pavlov terbagi atas dua bagian yaitu :
1. Tingkah laku
responden (Responden Behavior)
2. Tingkah
laku operan (operant behavior)
3.2 Saran
Pembaca yang terhormat gerak-gerik setiap manusia itu
menggambarkan kepribadianya. Dalam kepribadian banyak para ahli mengemukakan
pendapatnya, yang diantarnya telah kami paparkan dalam makalah yang luar biasa ini. Kami siap
menerima masukan dan saran dari pembaca, supaya menambah wawasan. Kami merasa
makalah ini sudah maksimal dalam pembuatanya.
Daftar Pustaka
Alwisol.
(2005). Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Malang: UMM Press
Alwisol.
(2004). Psikologi Kepribadian. Malang: U MM Press
Koswara, E.
(1991). Teori-Teori Kepribadian. Bandung: PT. Eresca
Suhada,
Idad. (2016). Kompetensi Kepribadian Guru. Bandung.
Syamsu,
Juntika. (2008). Teori Kepribadian. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Supratiknya,
A. (1993). Psikologi Kepribadian 3 Teori-teori Sifat dan Behavioristik.
Yogyakarta: Kanisius
Kuntjojo.
(2009). Psikologi Kepribadian. Universitas Nusantara PGRI Kediri. Diunduh dari www.academia.edu/9420432/PSIKOLOGI_KEPRIBADIAN&sa
Pusat Materi
Ilmu Psikologi https://psikodemia.com/tahapan-perkembangan-psikososial-eric-ericson/?pdf=73
Sa’diyah,
dan Fajar Ibrahim A, dan Rido Yudha Aji. (2012). Teori Kepribadian
Behavioristik, (Kudus, Universitas Muria Kudus) https://binham.wordpress.com/2012/04/18/teori-kepribadian-behavioristik/
[1] Idad Suhada,
Pengembangan
[2] Diunduh dari
psikodemia.com, pusat materi ilmu psikologi
https://psikodemia.com/tahapan-perkembangan-psikososial-eric-ericson/?pdf=73
[3] diakses dari https://binham.wordpress.com/2012/04/18/teori-kepribadian-behavioristik/ pada tanggal
28/10/18
Makalah
ini di tulis oleh Halimatus Sa’diyah, dan Fajar Ibrahim A, dan Rido Yudha Aji, Teori
Kepribadian Behavioristik, (Kudus, 2012 Universitas Muria Kudus FKIP BK)
[4] Diunduh dari
http://wardalisa.staff.gunadarma.ac.id/downloads/files/26398/Materi+03+-+OperanKondisioning.pdf
[6]
Kuntjojo, Psikologi Kepribadian, Univ. Nusantara PGRI Kediri 2009. Diunduh dari
www.academia.edu/9420432/PSIKOLOGI_KEPRIBADIAN&sa
[7] Diunduh dari
http://wardalisa.staff.gunadarma.ac.id/downloads/files/26398/Materi+03+-+OperanKondisioning.pdf
[8]
Kuntjojo, Psikologi Kepribadian, Univ. Nusantara PGRI Kediri 2009. Diunduh dari
www.academia.edu/9420432/PSIKOLOGI_KEPRIBADIAN&sa
[9] Diunduh dari
http://wardalisa.staff.gunadarma.ac.id/downloads/files/26398/Materi+03+-+OperanKondisioning.pdf
No comments:
Post a Comment